“Betapa kita tidak bersyukur bertanah air kaya dan subur;
lautnya luas, gunungnya megah, menghijau padang, bukit dan lembah.
Bumi yang hijau, langitnya terang, berpadu dalam warna cemerlang;
indah jelita, damai dan teduh, persada kita jaya dan teguh.
Itu semua berkat karunia Allah yang Agung, Mahakuasa”
(Penggalan lagu: Nyanyian Kidung Jemaat No. 337 “Betapa Kita Tidak Bersyukur”)
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang beragam. Beragam sukunya, agama, tradisi dan sebagainya. Keberagaman tersebut dapat dirajut lewat budaya dan kegiatan bersama. Selain menjadi area saling memberi (sharing) keberagaman juga menjadi basis dalam kebaikan (goodness) dan kepentingan bersama (mutual interest).
Merajut Persahabatan
Tahun 1972, penulis tinggal di rumah kecil, sederhana di Jl. Potroagung, Surabaya. Bertetangga rumah di seberang yang jauh berbeda besarnya, milik seorang perwira polisi LetKol. Sukardi. Selain itu beliau juga menjabat sebagai Takmir Masjid Potroagung. Hubungan saya dengan beliau layaknya sudah seperti saudara.
Sebagai seorang Muslim yang bertaqwa dia sudah memberikan pertolongan yang sangat berarti bagi saya ketika putri saya sakit. Hubungan tetangga ini terus berlanjut dengan harmonis ketika satu hari dia berkata: “Kalian ini pantas jadi anak saya”, dan jadilah saya anak angkatnya. Begitu indahnya persahabatan, saya anak pendeta, tapi mempunyai bapak angkat seorang Muslim yang juga seorangTakmir Masjid. Bukankah keyakinan kita yang berbeda itu tidak menjadi penghalang untuk saling menolong bahkan saling mengasihi? Sayang beliau sudah pulang kerahmatullah.
Ngobrol soal hakikat masing-masing agama, justru meperkaya wawasan kami untuk saling menghargai indahnya keberagaman itu. Yang sering kami cari adalah persamaan dari masing-masing kitab suci kami dan bukan mempertentangkannya. Ternyata banyak mutiara indah yang kita temukan ketika tanpa berpretensi apapun kita berdialog dengan ketulusan hati.

Berawal dari Dialog
Omong-omong itu kunci sebuah komunikasi yang harmonis. Bahasa keren nya dialog. Kesehatian dimulai dengan bertemu. Dengan bertemu kita saling mengenal. Dari mengenal kita bisa memahami dan berlanjut dengan saling mengasihi. Bermula Ketum Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) Pdt. Dr. Sudhi Dharma berinisiatif mengundang pemuka-pemuka agama yang ada di Surabaya untuk makan bersama di RM Delisia.
Pertemuan itu sarat dengan dialog dari hati ke hati mengamati situasi dan kondisi tanah air dalam berbangsa dan bernegara. Kesimpulannya: Audience prihatin dan harus ada upaya pencerahan merekatkan tali silahturahmi yang terganggu.
Merajut Keberagaman
Memahami keberagaman tidak semudah membalik tangan. Sejatinya yang kita dapati adalah berbeda dengan yang kita imani. Maka keberagaman itu penting untuk dirajut, dijaga, dalam bingkai kesatuan dan kebersamaan tadi. Salah satu hal yang terpenting dari proses menjaga keberagaman adalah sikap toleransi. Toleransi adalah sikap mental yang mau menghargai keadaan orang lain walau berbeda pola pikir kita.
Silahturahmi itu berlanjut pada tanggal 3 September 2016 di kebun durian milik Ir. Tirta Santoso. Suasana nyaman dan udara sejuk di Trawas banyak memberi inspirasi para tokoh agama yang hadir. Maka digagaslah sebuah forum lintas agama yang dinamakan Forum Beda tapi Mesra yang disingkat FBM. Mereka sadar bahwa mereka berbeda dalam keyakinan agama masing-masing. Namun mereka juga sadar bahwa Indonesia itu rumah kita yang harus dirawat bersama.
Kita merdeka karena kita berbeda. Tidak ada Indonesia tanpa ada Konghucu, Hindu, Budha, Kristen dan Islam. Justru keberagaman dalam beragama ini memiliki satu tujuan luhur yang kemudian lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jadilah Pancasila sebagai alat pemersatu yang di dalamya memiliki filosofi Bhineka Tunggal Ika. Dengan kata lain berbeda-beda tapi tetap satu. Dengan sila pertama ke Tuhanan Yang Maha Esa, maka tidak perlu dipersoalankan peran tiap-tiap agama dalam bersama membangun negeri tercinta ini.

Merawat Keberagaman
Membangun itu mudah, tapi merawat itu jauh lebih sulit kalau tidak disertai dengan komitmen dan niat yang tulus. FBM tidak berkiprah pada partai politik. FBM adalah organisasi keagamaan yang majemuk yang bukan supra organisasi dari lembaga-lembaga keagamaan yang sudah ada. FBM adalah komunitas musyawarah dalam berjejaring dengan semua lembaga agama dalam kesetaraan dengan konsep give and take.
Sejatinya FBM lahir dalam lingkup terbatas yang dihadiri unsur-unsur Yayasan Masjid Indonesia (YAMMI), Yayasan Sosial Bakti Moral (YSBMI), Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG), Yayasan Pondok Kasih, Vihara Dharma Jaya, Tri Dharma Hong San Ko Tee. Pertemuan itu secara aklamasi memilih K.H. Drs. Ahmad Suyanto sebagai Ketua Umum FBM.
FBM lahir karena komitmen yang kuat dari pemimpin-pemimpin agama untuk merawat dan melestarikan kebhinekaan yang ada. Itu dimungkinkan karena para Pembina, Penasihat dan Pengurus bertekad menggalang kesatuan dalam keberagaman (Unity in Diversity). Yang beda tidak perlu disamakan. Dan sudah sama tidak perlu dibedakan. Dalam FBM tidak berlaku lagi Aku dan Kamu. Yang ada adalah Kita.
Visi FBM adalah melestarikan amanah Pancasila dalam berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Dengan misi menjalin tali silahturahmi dan persaudaraan antar sesama anak bangsa. Mewujudkan kerukunan dengan saling menghormati keyakinan masing-masing agama. Karena itu dibutuhkan sikap ketersalingan yaitu berpikir positif, menghargai sesama insani, menerima kelebihan orang lain.

dengan Pura, Vihara, Kelenteng dan Masjid.
Menyatukan Visi ke Depan
Salah satu kegiatan FBM adalah menyelenggarakan seminar dan diskusi kebangsaan dalam semua aspek. Baik itu aspek agama, pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya. Kerjasama dengan BAMAG terlihat sangat kompak dalam menjabarkan nilai-nilai kebangsaan, terutama dalam mengantisipasi deredikalisasi, intoleransi, krisis kerukunan anak bangsa, degradasi nasionalisme dll.
Kedepankan kebersamaan, kesampingkan kepentingan pribadi (vested interest) dan mengabdi dengan ketulusan sesuai iman yang menyatu dengan tindakannya. Melalui FBM kita belajar untuk bertumbuh dewasa dalam mengejawantahkan iman yang dipahami. Tentu dengan guyub, gotong royong dan ketersalingan kita mewujudkan kerukunan yang diridhoi Allah.
Seperti pemazmur katakan: “Alangkah baiknya dan indahnya apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun. Sebab ke sanalah Tuhan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya” (Mazmur 133: 1, 3b). Dirgahayu FBM. Gusti tansah amberkahi sedaya ingkang rukun. Salam Pancasila.
(BERKAT Edisi 125 Tahun 2019)