HomeManajemen & SDMOptimisme Perekonomian Indonesia di Era Presiden Prabowo: Saatnya Semua Elemen Bangkit...

Optimisme Perekonomian Indonesia di Era Presiden Prabowo: Saatnya Semua Elemen Bangkit dan Bersinergi

Memasuki era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, optimisme terhadap kebangkitan ekonomi Indonesia mulai terasa menggema dari berbagai penjuru. Modal sosial-politik yang kuat, dukungan luas dari kalangan milenial dan gen Z, serta pengalaman panjang Presiden Prabowo dalam dunia pertahanan dan geopolitik “seharusnya” menjadi sinyal positif bahwa Indonesia siap melangkah lebih cepat dan lebih berani di tengah ketidakpastian global.Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 2025 hanya sekitar 2,7 persen, sementara Indonesia diproyeksikan tumbuh 5,2 persen.

Namun, optimisme saja tidak cukup. Harus ada peta jalan yang konkret, prioritas yang terstruktur, dan kolaborasi nyata lintas sektor untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, merata hingga ke desa-desa, inklusif, dan berkelanjutan.

Prioritas Ekonomi: Ketahanan Pangan, Energi, dan Teknologi

Skala prioritas menurut saya yang harus segera menjadi fokus pemerintahan baru mencakup tiga poros utama: ketahanan pangan, kemandirian energi, dan adopsi teknologi. Pertama, Indonesia tidak boleh lagi bergantung pada impor untuk kebutuhan pokok. Investasi besar di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan dengan sentuhan teknologi modern harus didorong dengan fokus tujuan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan dimensi barunya.

Kedua, transisi energi perlu dipercepat. Indonesia kaya akan energi terbarukan: panas bumi, air, angin, dan surya. Insentif fiskal dan non-fiskal bagi pelaku usaha energi bersih harus diberikan secara strategis.Pada 2024, produksi nikel Indonesia diperkirakan antara 50 – 60 persen dari total produksi global (2,2 juta ton dari 3,7 juta ton). Proses hilirisasi Nikel di Indonesia bisa menghasilkan pelbagai produk, mulai dari bahan mentah hingga produk akhir: Bijih Nikel (Limonit dan Saprolit), Produk Kimia (nikel kelas 1, battery grade) dari HPAL, Stainless Steel slab dan baja tahan karat, Bahan baku baterai EV (prekursor sel, anoda, katoda, baterai) dan ini semuanya akan meningkatkan ekonomi bangsa dan rakyat kita.

Ketiga, digitalisasi ekonomi dan penguatan industri berbasis teknologi adalah keniscayaan. Pendidikan vokasi, pelatihan AI (baik AI untuk industri atau medicine dan lain-lain), robotik (industri, medicine dan lain-lain) , dan manajemen big data harus menjadi bagian dari agenda prioritas nasional. Pendapat saya Indonesia harus memproyeksikan kebutuhan tambahan 9 juta talenta digital hingga 2030, atau sekitar 600 ribu orang per tahun dari kalangan generasi muda.

 

Pola Pikir dan Pola Kerja Para Pembantu Presiden

Para pembantu Presiden dari manapun asal usulnya (partai, non partai, profesional, perteman), mulai dari menteri hingga kepala lembaga, harus menjalankan pola pikir visioner, sinergis, dan eksekutor. Tidak ada lagi tempat bagi birokrat yang hanya mengandalkan laporan dan rutinitas. Mereka harus berani membuat lompatan, bekerja lintas sektoral, serta mengadopsi gaya kepemimpinan yang adaptif dan cepat merespons perubahan.

Presiden Prabowo dikenal tegas dan fokus pada hasil. Maka, para pembantunya pun harus menunjukkan kinerja berbasis capaian, bukan sekadar aktivitas/pamer kegiatan di medsos, menimbulkan kegaduhan dll. Evaluasi berkala terhadap kinerja kementerian dan lembaga harus menjadi mekanisme rutin, terbuka, dan berbasis data.

Pengusaha: Saatnya Berkontribusi Tanpa Nakal

Indonesia tidak akan tumbuh kuat tanpa dukungan nyata dari sektor swasta. Namun, yang dibutuhkan bukan pengusaha yang hanya mengejar rente dan bermain dalam kelonggaran regulasi atau “diatur agar regulasi longgar” lewat keakraban dengan “penguasa”. Indonesia membutuhkan pengusaha beretika, yang membayar pajak dengan jujur, mematuhi standar lingkungan, memberikan perlindungan kepada pekerja, dan mau membina UMKM sebagai mitra rantai pasok dari bagian core business-nya.

Pengusaha “yang tidak nakal” inilah yang seharusnya diberikan akses kemudahan, penghargaan, dan ruang kolaborasi dengan pemerintah. Dunia usaha harus mulai mengambil peran aktif dalam riset bersama para pakar akademisi, pendidikan, dan pengembangan inovasi, bukan hanya profit semata.

Akademisi dan Rohaniawan: Penjaga Akal dan Nurani Bangsa

Akademisi tidak bisa lagi berada di menara gading. Mereka harus menjadi influencer kebijakan publik yang mengedepankan argumentasi berbasis data, sains, dan etika. Peran strategis mereka adalah mengawal kebijakan negara agar tetap rasional, berlandaskan ilmu, dan berorientasi jangka panjang dengan target-target terukur. Kampus tidak hanya mencetak sarjana, Master dan Doktor, tetapi juga mencetak pemikir dengan novelty ilmiahnya yang siap memberi solusi, berimbas pada policy atau regulasi, implementatip dan berdampak bagi masyarakat luas.

Rohaniawan, di sisi lain, harusnya berdiri kokoh bersuara dan berperan sebagai penyeimbang moral dan integritas umatnya. Ketika ambisi ekonomi rawan menggeser nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, para pemuka agama harus hadir sebagai suara yang mengingatkan dan meluruskan jalan. Bukan hanya berkhotbah di ruang ibadah, tetapi juga menjadi aktip menjadi mitra diskusi dalam isu-isu kebangsaan: korupsi, ketimpangan, krisis lingkungan, dehumanisasi dari kemajuan teknologi (AI, Chatgpt dan lain-lain) dan dekadensi etika publik.

Generasi Muda: Pilar Inovasi dan Akselerator Perubahan

Tidak kalah penting, generasi muda rentang Usia 16–30 Tahun berdasarkan data Kementerian Ekonomi (april 2025): ada sekitar 61,8 juta orang, atau 24,5 persen dari total populasi merupakan adalah tulang punggung transformasi ekonomi ke depan. Dengan populasi usia produktif yang dominan, Indonesia memiliki bonus demografi yang luar biasa. Namun, bonus ini hanya akan menjadi kekuatan jika diarahkan secara konstruktif.

Generasi muda harus hadir sebagai agen perubahan—bukan sekadar pengguna teknologi, tetapi pencipta inovasi. Mereka perlu terlibat aktif dalam ekonomi digital, wirausaha sosial, serta berbagai inisiatif berbasis keberlanjutan. Pendidikan kewirausahaan, pemahaman literasi keuangan, dan kecakapan kepemimpinan perlu ditanamkan sejak dini.

Mereka juga harus menolak apatisme dan mulai bersuara dalam isu-isu kebijakan publik, menjadi co-creator masa depan bangsa. Anak muda yang berintegritas, berani, dan kolaboratif akan menjadi energi besar dalam mendobrak stagnasi dan mempercepat kemajuan.

Mari Bersama Menjadi Bangsa Besar

Perekonomian Indonesia bisa tumbuh pesat di era Presiden Prabowo. Tapi pertumbuhan itu harus disertai pemerataan, penguatan institusi, dan keberanian membuat terobosan. Tidak bisa hanya mengandalkan satu tokoh di Istana.

Para menteri harus menjadi penggerak. Pengusaha harus jadi mitra pembangunan yang bersih. Akademisi dan rohaniawan harus bangkit dari diam menjadi pencerah bangsa. Dan generasi muda harus menjadi motor perubahan yang energik dan kreatif.

Presiden Prabowo telah menyalakan lilin harapan. Kini tugas kita bersama adalah menjaga agar nyala itu tidak padam, bahkan menjadi obor yang menerangi jalan menuju Indonesia Emas 2045 dimana Pemerintah RI telah menargetkan pendapatan per kapita mencapai US$ 23.000–25.000, naik signifikan dari posisi saat ini sekitar US$ 4.800–5.000. Pada posisi itulah rakyat makmur damai sejahtera tanpa disparitas: kesenjangan si miskin-si kaya, penduduk Kota dan desa. (doc/berkat)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments