“Di Tulung Malah Menthung” adalah peribahasa Jawa yang berarti sebuah kebaikan dibalas dengan keburukan. Bahwa menolong orang lain itu tidak selalu disambut baik oleh yang ditolongnya. Biasanya ada maksud tersembunyi jika hal itu terjadi.
Menolong sesama menjadi hal lumrah bagi kebanyakan orang, bahkan ada organisasi khusus yang kerjanya hanya memberi pertolongan. Menolong bisa dilakukan siapa saja dan kepada siapa pun, tetapi menolong orang yang kita kenal atau kerabat dekat menjadi prioritas utama ketimbang orang lain yang tidak kenal sama sekali.
Kebiasaan menolong terkadang tidak selalu membawa kebaikan. Ada pihak yang justru memanfaatkan sifat orang yang suka menolong. Menganggap kenal lantas menggunakan kebaikan orang lain untuk kepentingan diri sendiri. Menolong tidak hanya butuh keberanian dan pengorbanan, tetapi butuh juga kehati-hatian.
Di zaman sekarang, kegiatan menolong banyak ditumpangi maksud dan kepentingan-kepentingan tertentu, baik orang yang menolong maupun yang ditolong. Akibatnya muncul istilah “salah sasaran”. Banyak yang memanfaatkan keadaan untuk menarik simpati banyak orang, seperti bencana, keadaan sakit atau penderitaan, kesusahan hidup hingga kepentingan politik dan bahkan keagamaan.
Seperti kalimat “teliti sebelum membeli”, maka dalam menolong pun kita harus teliti sebelum kecolongan. Jangan lantas berniat menolong tetapi justru kitalah yang malah jadi korbannya.
Merasa Sungkan tapi Jangan Sampai Jadi Korban
Kalimat “sungkan” telah menjadi budaya kita sebagai orang Indonesia. Di satu sisi perasaan sungkan bisa menjadi dorongan seseorang untuk peduli kepada sesama. Di sisi lainnya, celah ini kemudian dimanfaatkan beberapa orang melakukan niat jahatnya. Meski yang dimintanya kurang masuk akal, tetapi karena alasan persahabatan maka permintaan tolong gampang dituruti. Dengan alasan sungkan pulalah, sesuatu yang tidak baik bisa dikompromikan menjadi baik demi sebuah kepentingan.
Dalam hidup, sebaiknya kita mengedepankan nalar serta naluri sebelum perasaan lainnya, sebab sebuah perasaan bisa saja disalahgunakan untuk memanipulasi, tak terkecuali dalam berelasi. Menyaring informasi sebelum masuk ke telinga kita menjadi hal wajib yang harus dilakukan. Sebab informasi salah bisa menjadi benar jika kita salah berpikir benar.
Enggan Menolak Namun Jangan Sampai Muncul Penyesalan
Bersikap tegas menjadi kata kuncinya. Tidak mau ribet, menghindari efek konflik berkepanjangan, dan memilih menjaga perasaan orang lain dapat melemahkan kewaspadaan kita. Jika kewaspadaan berkurang maka kejahatan akan mudah masuk. Perasaan enggan dapat mengambil alih keberanian kita untuk ‘berkata tidak’ terhadap sesuatu yang negatif.
Melatih kedisiplinan sejak dini dapat membuat kita kuat. Disiplin terhadap segala aturan, baik aturan yang dibuat pemerintah maupun agama. Dengan kedisiplinan tersebut maka selalu ada alasan mengikis keengganan, baik terhadap orang yang kita anggap dekat sekali pun. Dari pada muncul penyesalan kemudian, lebih baik menolak tanpa rasa enggan.
Membantu orang lain adalah sebuah keharusan. Selalu waspada merupakan keharusan lain yang tak boleh ditinggalkan. “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” (Amsal 4:23).


