Setiap manusia perlu menyadari adanya suatu proses yang akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan di muka bumi ini. Karena itu wawasan praktis dan teologis tentang Climate Change perlu didapatkan, sehingga termotivasi untuk melakukan langkah-langkah praktis terkait perubahan iklim. Dimulai dari diri kita masing-masing, di lingkup keluarga, komunitas, gereja dan bahkan dimanapun Tuhan menempatkan kita melayani.
Pertanyaannya, apakah kita percaya bahwa perubahan iklim itu nyata? Seberapa besar kita meyakini bahwa perubahan iklim bisa membuat manusia menderita? Rata-rata kita akan menjawab percaya dan yakin bahwa dampak perubahan iklim bisa membuat manusia dan bumi menderita. Namun, apakah jawaban itu sudah membangkitkan kesadaran kita sebagai individu maupun bersama untuk mengatasi ancaman nyata perubahan iklim tersebut?
Bukti Nyata
Salah satu bukti bahwa perubahan iklim itu nyata adalah musim kemarau menjadi semakin panjang, intensitas hujan sangat tinggi yang menyebabkan banjir. Pemanasan global yang terjadi menyebabkan naiknya suhu bumi karena sinar matahari, dan menjebak sinar matahari ke bumi, sehingga dirasakan bumi menjadi semakin panas, ditambah lagi meningkatnya kadar gas rumah kaca yang ada di atmosfir.
Pelbagai sumber dari gas emisi rumah kaca persektor, dari sampah, dari pembangkit listrik, dari perubahan, gas metana, pembuangan sampah pelbagai jenis seperti sampah makanan dan sebagainya. Semakin banyak kita tidak menghemat listrik, sisa makanan, maka akan mempercepat produksi gas metana yang menyebabkan gas rumah kaca.
Penyebab lainnya adalah barang-barang konsumsi yang digunakan manusia, sarana transportasi kendaraan yang digunakan manusia serta terjadinya peralihan penggunaan lahan dari tata kelola lahan hutan menjadi perkebunan. Deforestisasi menjadi lahan sawit juga terjadi dimana-mana.
Ketika suhu naik, maka permukaan air laut juga ikut naik, dan terjadilah perubahan iklim. Menjadi ironis bahwa orang miskin paling kecil memberikan dampak pada perubahan iklim, tetapi justru paling besar terkena dampak perubahan iklim tersebut. Masalah sampah adalah masalah yang riil yang ada di tengah masyarakat.
Jika sampah tidak dikelola dengan baik maka pencemaran lingkungan dan lingkungan kotor akan terjadi. Penyebaran penyakit karena serbuan lalat menghinggapi sampah yang menumpuk. Persoalan sampah ini juga menjadi problema pemerintah pusat hingga ke daerah. Timbunan sampah mencapai 35 juta ton pertahun. Karena itu sebaiknya pemilahan sampah dilakukan sejak dari rumah tangga melalui lima kategori, antara lain botol kaca, kemasan plastik, dan sebagainya.
Bank sampah melakukan upaya melalui jemput sampah anorganik yang bisa ditukar dengan saldo bank sampah. Sampah yang dikumpulkan pun bisa menghasilkan. Dari pengelolaan sampah yang baik ini dapat berdampak pada lingkungan yang sehat dan bersih.
Refleksi Theologis dan Aksi Nyata Gereja
Sejatinya manusia hanya memiliki hak guna atas bumi saja, karenaTuhan Allah adalah Sang Pemilik yang empunya bumi dengan segala isinya. Dalam Kitab Kejadian dan Kitab Yesaya 66:2 dijelaskan, bahwa bumi adalah lokus atau lokasi kediaman Allah berada, dalam kasih dan pemeliharan-Nya.
Implementasi dari Markus 16:15, yaitu tanggung jawab untuk memberitakan Injil kepada segala makhluk bukan berarti kita harus berkhotbah kepada tumbuh-tumbuhan atau kepada binatang-binatang. Seringkali orang beranggapan bahwa tidak mungkin mengabarkan ‘kabar baik’ kepada segala makhluk. Pekabaran Injil kepada segala makhluk lebih kepada tindakan nyata yang kita lakukan.
Ketika sikap hidup kita ramah dengan lingkungan, itu berarti kita turut menjaga kelestarian lingkungan. Gereja sebagai mitra Allah yang menghadirkan damai sejahtera di bumi sepatutnya menjadi pioneer untuk mengatasi perubahan iklim ini.
Gereja saat ini perlu aktif melibatkan jemaat dalam menjaga kelestarian lingkugan hidup, salah satunya dengan mendirikan bank sampah. Bank sampah merupakan salah satu strategi pengelolaan sampah yang cukup efektif saat ini. Gereja berperan memberi edukasi dan keterampilan kepada jemaat untuk pengelolaan sampah dengan penerapan prinsip 4R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang) dan replant (menanam kembali).
Sebagai contoh sudah dilakukan oleh GKI Pamulang, melalui bank sampah yang dikelola oleh LPM Lentera terus aktif berkarya. Ketua Pengurus LPM Lentera, Triadi Saptoadi mengatakan, “…kegiatan Bank Sampah Lentera yang rutin diadakan sebulan sekali sejak 10 tahun lalu ini, adalah bentuk konkrit kepedulian GKI Pamulang terhadap alam dan lingkungan, serta pelibatan jemaat serta simpatisan dalam penatalayanan lewat pemilahan dan pengolahan sampah, khususnya sampah plastik.
Sementara itu Pengepul Sampah, Posma menuturkan: “Lentera adalah Bank Sampah yang bertahan lama di sekitar Tangerang Selatan, padahal dikelola oleh gereja. Banyak Bank Sampah yang satu atau dua tahun saja bertahan setelah itu mati.”
Data Bank Sampah Lentera melaporkan, setiap bulannya sampah anorganik yang terkumpul lebih dari satu ton yang didominasi oleh sampah plastik, kardus, emberan, beling dan buku. Sedangkan penimbangan yang dilakukan pada 6 Oktober 2023, terkumpul 1,584 ton sampah anorganik. (doc/brkt)
(Majalah Berkat edisi Desember 2024 No.143)