HomeTokoh & ProfilMelihat Kemuliaan Allah

Melihat Kemuliaan Allah

TAK seorang pun di dunia yang menginginkan musibah menimpa dirinya. Musibah itu datang tanpa peduli kepada siapa saja, di mana saja dan kapan saja. Datangnya pun sangat tiba-tiba tanpa diduga. Dan kalau itu terjadi pada seseorang, keluhan yang ada dalam benaknya adalah: ”Mengapa ini terjadi pada diriku?” Wajarlah bila hal itu melintas dalam benak seseorang, apalagi kalau ia sedang dalam pelayanan.

Itulah peristiwa tragis pada tahun 1968 yang dialami oleh Pdt. Kumala (panggilan sehari-harinya) dalam pengabdiannya sebagai pendeta. Saat itu beliau baru saja menerima panggilan sebagai pendeta GKI Jatim, Surabaya dengan tugas khusus di PPPK Petra Surabaya. Dengan kata lain beliau adalah “pendeta sekolah”.

Di Balik Musibah, Kemuliaan Allah Dinyatakan

Musibah itu terjadi di suatu pagi di saat beliau baru saja menyelesaikan tugas untuk melayani renungan pagi di Kantor Petra, Jl. WR. Supratman 46, Surabaya. Pada saat itu kota Surabaya dalam keadaan rawan. Banyak sekali terjadi demonstrasi akibat peristiwa eksekusi KKO yang warganegara Indonesia di Malaysia. Demonstrasi yang terjadi di Surabaya ini ternyata dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab. Mereka menunggangi peristiwa tersebut yang menjurus ke arah pengrusakan dan penganiayaan.

Dalam perjalanan pulang ke Jl. Kalianyar, beliau memacu sepeda motornya lewat Jl. Panglima Sudirman. Di situ terjadi penghambatan lalu lintas karena para demonstran memenuhi jalan. Tidak diduga massa yang mengamuk itu akhirnya melancarkan serangan terhadap rumah-rumah maupun kendaraan yang lewat. Tak terkecuali Pdt. Kumala yang mengendarai sepeda motor, juga menjadi sasaran empuk bagi para demonstran. Bukan hanya pukulan yang diterimanya, hunjaman pisau yang mendarat tanpa ampun baik di dada maupun di perutnya. Beliau terkapar dan segera dilarikan ke RSU Dr. Soetomo.

Karena banyaknya darah yang keluar, segera dilakukan operasi darurat oleh Tim dokter. Beliau amat menyesali dan kecewa akan semua yang terjadi. Semakin lama membuatnya makin tak habis mengerti, mengapa hal itu terjadi pada dirinya? Ternyata Tuhan mempunya maksud indah dalam dirinya. Dan Firman itu datang melalui seorang missionaris OMF, Mrs. Chan yang membawa sebuah hiasan dinding bertuliskan: “Jikalau engkau percaya, engkau akan melihat kemuliaan Allah” (Yohanes 11: 40).

Maut Tidak Berkuasa

Dalam keadaan kritis, kata-kata Tuhan itu telah mengubah kekecewaan dalam dirinya dan memberi kekuatan baru. Bukankah Lazarus yang telah mati itu dibangkitkan oleh Yesus yang penuh dengan belas kasihan? Dalam pergumulannya menghadapi maut, beliau telah melihat bahwa kemuliaan Allah dinyatakan dalam dirinya.

Masa kritis telah berlalu, beliau terhibur oleh Firman Tuhan. Harapan untuk menjadi sembuh telah menjadi suatu kenyataan. Karena kuasa Tuhan melalui mujizat kesembuhan yang dialami oleh Pdt. Kumala. Apa yang mustahil bagi manusia, tidak mustahil bagi Allah.

Di balik peristiwa itu beliau belajar taat dan setia pada kehendak Tuhan. Dulu ia pernah bercita-cita memperdalam di bidang PAK (Pendidikan Agama Kristen) sebagai pendeta yang mengajar. Namun cita-citanya kandas karena musibah itu. Tapi ternyata Tuhan mempunyai tujuan lain yang sesuai dengan kharismanya, yaitu menjadi pendeta yang menggembalakan domba-domba-Nya. Jalan Tuhan makin nyata ketika beliau berkesempatan belajar di Trinity Theological College Singapura. Beliau berhasil memperoleh gelar Master of Ministry pada tahun 1983.

Bersama rekan pendeta pada acara Konven Pendeta GKI Jatim

Panggilan Tuhan

Berbicara tentang panggilan Tuhan, ternyata KKR (dulu seri meeting) yang dipimpin oleh Dr. Joshe Kuang telah mendorong beliau untuk menyerahkan diri sepenuhnya menjadi hamba Tuhan. Sebelum itu beliau sudah mengenal Sekolah Theleogia Bale Wiyoto Malang, karena sering diajak oleh ayahnya. Perlu diketahui pula bahwa ayahnya adalah Bendahara Majelis Gereja Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee Jl. Johar (sekarang GKI) dan sering ke Bale Wiyoto mengurus mahasiswa yang mendapat beasiswa dari gereja tersebut.

Beliau memasuki pendidikan di ST. Bale Wiyoto ketika berusia 21 tahun tepatnya pada tahun 1954. Bidang studi yang diminati saat itu adalah pastoral/ penggembalaan. Pada tahun 1959 beliau lulus dan menjadi calon pendeta di GKI Jatim Mojokerto, hingga ditahbiskan menjadi Pendeta GKI Jatim Mojokerto pada tanggal 10 Februari 1960.

Pasangan Yang Sepadan

Empat tahun kemudian, tepatnya tanggal 24 Agustus 1964 beliau menyunting Rebeka Wijaya sebagai istrinya. Pernikahannya diteguhkan oleh Pdt. Han Bing Kong (almarhum) di GKI Jatim Surabaya, Jl. Residen Sudirman 16. Dari pernikahannya beliau dikaruniai Tuhan 3 orang anak yaitu: Paulus, Samuel dan Kristin.

Gembala Domba-Domba

Beliau menjadi Pendeta Sekolah Petra tahun 1968-1971. Pada tahun 1972 beliau menerima panggilan GKI Jatim, Jl. Diponegoro, Surabaya  sebagai pendeta jemaat sampai beliau mengakhiri tugasnya pada 10 Februari 1991. Kini ia telah menjadi Pendeta Emeritus. Banyak pengalaman yang telah dialami beliau dalam kehidupannya melayani Tuhan.

Ada suka dan duka yang terkesan dalam. Namun beliau menandaskan: “Sukanya jauh lebih banyak dari dukanya”. Yang merupakan kesukaan adalah beliau terpilih sebagai hamba pilihan-Nya untuk menolong dalam kesulitan dan penderitaan. Juga adanya pengertian yang baik dan cinta kasih dari jemaat terhadap beliau.

Kalau bicara soal dukanya, yaitu persoalan orang tertentu yang mempunyai karakter sendiri dan keinginan pribadi yang harus dipenuhi. Padahal persoalan kan menyangkut orang lain juga. “Tetapi semuanya itu saya yakin, Tuhan sendiri yang ikut menyelesaikan persoalan mereka, karena saya hanya alat dalam tangan-Nya”,  kilahnya lebih lanjut.

Arek Suroboyo, Tapi Kalem

Pendeta Kumala lahir di Surabaya, tepatnya pada tanggal 1933. Dari seorang ayah Kwee Tjing Khan dan seorang ibu bernama The Siang Go Nio. Beliau terlahir dengan nama Kwee Tik Hok, anak pertama dari tiga bersaudara.

Berbincang santai di rumahnya, Jl. Kendangsari Blok G-53, terkesan beliau seorang pendeta yang bertemperamen sabar, kalem dan lemah lembut. Cocok kalau masih banyak yang memanggilnya “boksu” yang artinya “gembala”.

Emiritasi Pdt. Yahya Kumala di GKI Jl. Diponegoro 146 Surabaya

Sifat Rendah Hati

Pendeta yang tidak terlalu menonjol di bidang organisasi dan pelayanan mimbar ini ternyata punya suatu kelebihan lain. Sifat gembala yang selalu mencari domba dan ketekunannya menghibur serta mendoakan anggota jemaat yang sakit, menjadi ciri khas pelayanannya. Kalau mau dikata, rumah sakit adalah ladang pelayanan yang paling diprioritaskan. Bukan hanya anggota jemaat GKI Diponegoro saja, tetapi juga anggota jemaat dari GKI lain yang beliau ketahui sedang rawat tinggal di rumah sakit, tidak akan terlewat untuk dikunjungi.

Ketika ditanya tentang gejala respek anggota gereja terhadap pendeta yang makin berkurang, beliau menjelaskan: “Perubahan pandangan dunia modern ikut mempengaruhinya. Misalnya hubungan antara orangtua dan anak “tempoe doeloe” dan “zaman modern” sudah berubah. Tetapi kita harus kembali pada Firman Tuhan. Bukankah anak harus menghormati orangtua seperti yang diajarkan Yesus?

Ketika ditanya mengapa tipe seorang gembala saat ini kurang begitu tercermin dan dirasakan oleh seluruh jemaat? Apakah itu semua tergantung dari khasrisma yang dimiliki seorang pendeta? beliau menjelaskan: “Sekalipun seorang pendeta tidak memiliki kharisma ini, namun kalau ia mau rendah hati dan mau berperilaku baik sesuai Gembala Agung kita; niscaya jemaat akan memiliki respek terhadap dirinya sebagai seorang gembala. Dan jangan lupa, pendeta muda harus terus belajar untuk menambah pengetahuannya. Mereka yang makin banyak ilmunya, mestinya seperti bulir gandum yang makin merunduk, rendah hati – kuncinya”.

Pelayanan Purna Pendeta

Sebagai Pdt. Emeritus, beliau masih aktif mengunjungi jemaat, khususnya di GKI Jemursari, beliau duduk sebagai Tim perkunjungan. Beliau juga masih memberi katekesasi, melayani Firman Tuhan bahkan masih mengajar kuliah agama di Universitas Airlangga Surabaya.

Saat ini beliau menjabat sebagai Penasihat Buletin BERKAT. Beliau sarankan agar Buletin BERKAT harus memiliki tenaga tetap yang profesional, dan terutama dukungan finansial dari gereja-gereja setempat di Surabaya berikut cabang-cabangnya, amat dibutuhkan oleh Redaksi Buletin BERKAT. Semoga.

(Profil Pdt. Yahya Kumala – BERKAT Edisi 12 Tahun 1991)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments