HomeGereja & MasyarakatOpen Church, Jawaban Terhadap Maraknya Intoleransi

Open Church, Jawaban Terhadap Maraknya Intoleransi

Secara sosial gereja adalah bagian dari bangsa Indonesia yang harus ikut berperan dalam membangun dan memajukan bangsa. Secara theologis gereja adalah kaum yang disebut milik Kristus (kuriake) yang dipanggil keluar (ekklesia) untuk menjadi terang dan garam di Indonesia. Jadi ada tugas dan kewajiban yang harus diperankan dengan baik di bumi pertiwi ini.

Mengapa gereja semakin kurang disukai masyarakat Indonesia? Mungkin saja gereja tidak berperan dengan semestinya. Gereja menjadi lembaga tertutup yang mementingkan urusan ritualnya sendiri dan tidak peduli dengan masyarakat, keberadaannya tidak memberi manfaat pada masyarakat.

Lalu bagaimana mestinya? Gereja harus kembali pada khitahnya yakni menjadi wakil Kristus untuk menerangi dan menggarami, membuat suasana dan rasa lebih baik bagi bangsa ini. Inti ajaran Kristus adalah kasih terhadap sesama, siapa pun juga.

Kasih itu jangan ditafsirkan secara pasif saja, misalnya tidak menyakiti sesama, tidak memarahi orang, tidak cemburu, tidak sombong dan tidak lainnya. Tapi kasih itu berbuat sesuatu yang baik kepada sesama, misalnya murah hati, peduli, setia, lemah lembut, mau berkorban dan seterusnya.

Esensi ajaran Tuhan adalah, bahwa kita harus “memberi” dan menjadi “manfaat” bagi dunia, yaitu sesuai fungsinya sebagai garam dan terang dunia. Gereja harus menjadi berkat bagi dunia, ini adalah kasih yang aktif.

Gereja Yang Terbuka

Selama ini gereja bersifat tertutup bahkan tertutup bagi orang Kristen yang beda merek atau denominasi. Gereja tidak ramah kepada orang-orang di luar, gereja tampak hidup dan bergairah, banyak sekali acara digelar tapi hanya untuk kalangan sendiri, dinikmati sendiri.

Gereja demikian tidak menjadi berkat. Padahal di luar sana banyak sesama yang sedang kesulitan ekonomi, kuatir, lapar, kebingungan, kesepian dan sebagainya. Gereja seolah tidak hadir di situ, tidak bersama mereka dalam perjuangan hidup. Seolah itu bukan tugas gereja, gereja hanya mengurus ritualisasi.

Gereja Terbuka adalah gereja yang membuka diri bagi semua orang, kristen maupun non Kristen; Memberi solusi problem masyarakat; Mengangkat derajat ekonomi-sosial masyarakat; Membangun peradaban bangsa.

Tanpa Dinding

Pernahkah mampir ke Kuil atau Klenteng? Anda tidak akan ditolak bila ingin masuk berkeliling bahkan bila ingin ber-ritual di sana. Anda akan dibantu dan dilayani tanpa mereka bertanya apa agamamu. Pernahkah memperhatikan Masjid? Ada banyak aliran di agama Islam namun mereka datang di Masjid yang sama dengan tidak dipertanyakan alirannya. Memang ada Masjid khusus yang eksklusif, namun umumnya tempat ibadah itu terbuka bagi semua umat yang mau beribadah.

Ada banyak tempat ibadah yang terbuka, yang tidak memagari bangunannya dengan daftar keanggotaan. Tempat itu bagaikan pohon rindang yang bisa dipakai berteduh siapa pun baik di panas terik maupun di hujan deras. Gereja perlu menjadi seperti pohon besar yang rindang itu, biar semua orang dan mahluk diberkati karenanya.

Apa saja yang bisa dilakukan oleh gereja terbuka? Banyak sekali, misalnya di hari selain Minggu, bila gedung gereja tidak digunakan atau ada ruang yang tidak dipakai, bukalah untuk kegiatan yang bisa diakses masyarakat. Misalnya kalau ada gedung pertemuan ditawarkan ke lingkungan untuk bisa dipakai sebagai tempat pertemuan, rapat, resepsi dan lainnya.

Buat acara diskusi, ceramah, sarasehan atau apa pun untuk masyarakat tentang hal – hal yang berguna dikemas dengan nuansa yang nyaman. Di waktu – waktu tertentu di gereja diadakan nonton bersama masyarakat film tentang hal-hal yang bermanfaat dan bernuansa kemanusiaan. Adakan acara pemeriksaan, pengobatan dan penyuluhan kesehatan gratis untuk umum.

Adakan acara olah raga bagi masyarakat. Adakan kontes dan festival seni budaya. Sediakan sarana dan prasarana yang nyaman dengan free wifi untuk masyarakat. Lakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Membuka pagar gereja dan mengundang masyarakat menerima berkat dari gereja.

Gereja jangan mengkomersilkan, sediakan sebagai pelayanan kepada masyarakat.

Memberi Warna

Itu semua berada di level lokal, di gereja setempat. Apa yang dilakukan gereja-gereja lokal disinergikan secara regional dan nasional dengan menggunakan jaringan sinode. Dengan demikian akan menjadi program gereja tingkat nasional.

Gereja perlu memikirkan, mengusahakan dan menciptakan sumbangan khas dalam bentuk seni, budaya, olah raga, teknologi dan sebagainya. Klenteng sudah menyumbangkan Tarian Naga dan Barongsay untuk ikut meramaikan budaya bangsa. Di mana – mana orang yang bukan beragama Tri Dharma berlatih, menampilkan dan menggelar tarian tersebut dalam pelbagai acara dari tingkat lokal hingga nasional.

Hindu – Buddha menyumbangkan warisan budaya seperti candi Borobudur, Prambanan, tarian dan sebagainya. Islam menyumbangkan seni musik, tari, olah raga dan lainnya yang dipakai dan dijadikan milik bangsa. Gereja juga harus turut memberi warna indah bagi bangsa Indonesia dengan menyumbangkan kreasi – kreasi yang bisa dijadikan milik masyarakat dan peradaban bangsa. Gereja jangan hanya menjadi konsumen saja!

Dari Dalam Ke Luar

Untuk bisa menjadi berkat, gereja harus memulai dari dalam. Bangun toleransi berdasarkan kasih yang kuat dalam gereja, buang sikap intoleran dan diskriminasi.

Jauhkan sifat oportunis yang beranggapan bahwa gereja adalah ladang bisnis, ajang untuk berkuasa dan pemuasan nafsu serta kepentingan diri lainnya.

Seorang oportunis rela mengorbankan kepentingan umum bahkan kehendak Tuhan demi kepentingan pribadinya. Pelayanan di dalam maupun keluar gereja harus 100 persen didasarkan atas kasih, bukan pamrih. Semua pihak harus menyadari bahwa gereja adalah wadah dan sarana Tuhan bagi dunia, jadikan Tuhan sebagai penguasa tunggal gereja.

Bersama dengan pembenahan diri gereja harus lebih aktif mempromosikan dan mempraktikkan kasih karena kasih adalah ajaran dan hukum utamanya, serta konsisten menolak dengan tegas segala bentuk Intoleransi. Gereja membuat dan melibatkan diri dalam gerakan-gerakan Toleransi Anti Diskriminasi. Gunakan segala cara termasuk media sosial untuk memblokir Intoleransi dan tebarkan ujaran kasih.

(Hie Tiong Hien)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments