Buka Rakernas GAMKI, Menpora Ajak Pemuda Indonesia Sebagai Pemersatu Bangsa
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali secara resmi membuka rapat kerja nasional Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) di Hotel Garden Palace, Surabaya, Jawa Timur, pada 31 Januari 2020. Pemukulan gong oleh Menpora menjadi sebuah tanda acara tersebut dibuka.
“Ketua GAMKI adalah sahabat saya. Melalui perjalanan yang panjang, GAMKI berada di seluruh pelosok tanah air. Kita bersyukur, masih bersama-sama tanpa memandang perbedaan lainnya,” kata Menpora dalam sambutannya.
Menurut Menpora, perbedaan yang ada harus disyukuri. GAMKI merupakan salah satu organisasi yang memiliki peran untuk menyatukan. Menpora juga menyampaikan terima kasih kepada GAMKI yang telah mendukung program pembangunan yang telah dicanangkan pemerintah.
“Saya mengharapkan partisipasi aktif dari saudara sekalian. Saya yakin, GAMKI bisa menjangkau kelompok pemuda Indonesia, melayani dan salah satu pemersatu bangsa. Kita harus bersatu, kita punya ideologi, dan rawat kebhinekaan,” jelas Menpora.
Lebih lanjut, Menpora juga mengajak GAMKI untuk terus mendukung pelaksanaan dan suksesnya Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua. GAMKI juga diminta untuk berperan aktif. “Tahun 2020, kita ada perhelatan pesta olahraga. Papua menjadi tuan rumah pelaksanaan PON. Saya minta GAMKI berperan aktif untuk ikut menyukseskan PON di Papua. Terimakasih atas dukungan dan upayanya,” ujarnya.
Hadir dalam kesempatan ini, Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kemenpora, Faisal; Tenaga Ahli Menteri, Syamsul Qomar; Staf Khusus Bidang Penguatan Organisasi Kepemudaan, Venno; Ketua Umum DPP GAMKI, Willem Wandik.
Juga hadir Staf Khusus Presiden, Billy Mambrasar; Wakil Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Taher Ibrahim Abdallah Hamad; Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak; Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Heru Tjahyono, dan sejumlah pejabat lainnya. (sumber: kanalnews)
Hadiri Rakernas GAMKI,Wakil Dubes Palestina Meyakini Yesus Sebagai Pembawa Damai Bagi Seluruh Umat
Wakil Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Taher Ibrahim Abdallah Hamad, menyampaikan terima kasih kepada GAMKI yang telah mengundang Kedutaan Palestina untuk menghadiri perayaan kelahiran Yesus Kristus di acara Pembukaan Rakernas dan Perayaan Natal Nasional GAMKI pada 31 Januari 2020 di Surabaya.
“Saya mewakili pemerintah dan seluruh rakyat Palestina menyampaikan selamat merayakan Hari Raya Natal kepada seluruh umat Kristiani di Indonesia dan saudara-saudari saya di Jawa Timur,” ujar Taher.
Taher dalam acara tersebut menyampaikan bahwa Palestina merupakan Tanah Suci bagi umat Islam dan Kristen. Disana rakyat Palestina hidup berdampingan dalam damai. Dalam kesempatan ini, Taher juga mengutarakan bahwa Palestina merupakan Tanah Suci bagi kedua agama tersebut.
“Bagi Islam, karena Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan dari Mekkah ke Yerusalem. Sementara, bagi Kristen, karena Yesus Kristus lahir di Betlehem,” ujar Taher dalam sambutannya seperti dikutip dari siaran pers.
Taher menyampaikan terkait peranan Yesus di dalam Al Qur`an dan membagikan pesan perdamaian kepada seluruh hadirin. “Isa Almasih (Yesus Kristus) disebutkan dalam Al Qur`an sebanyak 25 kali dan Maria disebutkan lebih dari 30 kali. Kami umat Muslim percaya bahwa Yesus adalah nabi ke-24, dan Nabi Muhammad adalah nabi terakhir ke-25,” katanya.
Taher menjelaskan, Yesus dilahirkan tanpa ayah, berbicara dari palungan, membuat banyak mukjizat seperti makanan yang turun dari langit kepada para pengikutnya, membuat burung dari tanah liat, yang buta bisa melihat, membangkitkan orang mati dan memulihkan orang yang sakit.
Taher juga meyakini bahwa Tuhan mengirim Yesus ke tengah-tengah umat manusia agar menjadi pembawa damai dan menghadirkan kerukunan, keadilan, persatuan, dan persaudaraan bagi semua sehingga seluruh umat bisa hidup saling bertoleransi dalam harmoni.
Taher menyampaikan pesan perdamaian itu dengan harapan agar konflik di Palestina juga segera berakhir. “Dalam kesempatan ini saya mengajak kita semua berdoa bersama untuk perdamaian Palestina, dengan solusi resolusi dua negara, dimana ibukota Negara Palestina adalah Yerusalem Timur dan ibukota Negara Israel adalah Yerusalem Barat. Di Negara Palestina dan Israel, seluruh umat Islam, Kristen, dan Yahudi hidup berdampingan dengan rukun tanpa diskriminasi”.
Dalam penutup sambutan, Taher berterima kasih atas kepedulian bangsa Indonesia dan pemerintah mendukung persoalan Palestina. “Saya berharap dan berdoa agar rakyat Indonesia, baik umat Muslim, Kristen, Hindu, Buddha juga hidup berdampingan dengan rukun dan damai di Tanah Indonesia, mulai dari Aceh sampai Papua di dalam naungan Merah-Putih dengan toleransi dan harmoni. Semoga berkat Tuhan menyertai kita semua, dan semoga persaudaraan antar Palestina dan Indonesia terus terjaga,” ujar Taher menutup sambutannya.
Turut hadir dalam pembukaan Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar, Anggota DPD RI Angelius Wake Kako yang mewakili Ketua DPD RI, Sekretaris Daerah Prov. Jatim, Heru Tjahjono, dan undangan lainnya. Sebelumnya dalam study meeting hadir beberapa narasumber, antara lain Staf Khusus Presiden Aminuddin Ma`ruf, Waka BSSN Komjen Pol Dharma Pongrekun, Plt. Dirjen Polpum Kemendagri Dr. Bahtiar, dan pembicara lainnya. Peserta Rakernas merupakan pengurus DPP dan DPD dari seluruh Indonesia. (redaksi)
GAMKI Bertekad Menjaga Persatuan Dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika
Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) mengajak semua lapisan masyarakat menjaga persatuan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Wacana tentang toleransi tidak bisa sekedar disampaikan sebagai himbauan moral semata, namun wajib diperjuangkan sebagai norma bersama yang sifatnya mengikat. Demikian disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GAMKI Willem Wandik dalam sambutannya pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Surabaya, Jawa Timur, 31 Januari hingga 2 Februari 2020.
Willem menyampaikan, pada era milenial ini setiap orang dapat mengekspresikan ketidaksukaannya terhadap sesuatu hal melalui platform digital media sosial. Di sisi lain, penggunaan media sosial untuk menyalurkan ketidaksukaan berpotensi memicu perseteruan dalam skala nasional yang kemudian membahayakan integrasi sosial dan kedamaian di masyarakat.
“Negara tidak mampu untuk mencegah penyalahgunaan media sosial ini, sekalipun lembaga penegak hukum telah diberikan tugas untuk menegakkan hukum sipil. Maka wacana tentang toleransi harus diperjuangkan sebagai norma bersama yang sifatnya mengikat,” tegas Wandik.
Tantangan terbesar lainnya juga adalah bahaya radikalisme dan ekstrimisme, masalah rasisme terhadap entitas Melanesia Papua. Terkait kondisi di Tanah Papua, Willem memandang, semua ini terjadi karena kesalahan konsep penyelesaian masalah yang tidak pernah dapat dipertemukan antara “konsep militerisme ala Jakarta” dengan konsep rekonsiliasi humanisme ala pendekatan “Wisdom Culture” dan pendekatan Gereja di Tanah Papua.
“Perjalanan konflik dan masalah sosial yang dihadapi di Tanah Papua, adalah ketidakadilan, penegakan hukum yang diskriminatif, praktek militerisme, dan diabaikannya peran lembaga adat dan gereja,” urainya.
“Tanah Papua sekali lagi tidak membutuhkan serdadu-serdadu, tidak pula membutuhkan milisi bersenjata, melainkan membutuhkan kasih Tuhan,” imbuh Willem.
Karena itu, lanjut Willem, GAMKI mengajak seluruh umat Gereja, para pemimpin nasional, dan seluruh umat beragama di Republik ini, agar menyatukan visi perdamaian yang abadi dan menghentikan segala bentuk kekerasan di Tanah Papua dengan semangat satu nyawa berharga di Tanah Papua.
(redaksi)
GAMKI Ingatkan Bahaya Radikalime, Ekstrimisme dan Intoleransi
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) Willem Wandik mengatakan, tantangan terbesar bangsa ini adalah bahaya radikalisme dan ekstrimisme. Masalah intoleransi terhadap keyakinan menjalankan ibadah, masalah bencana alam dan kerusakan ekosistem hutan, terutama ancaman terhadap masyarakat adat dan masalah perekonomian nasional menjadi serius yang harus disikapi Pemerintah dengan baik.
Wandik juga menyayangkan, masalah rasisme terhadap entitas Melanesia Papua sampai saat ini masih mengental di negara yang menjunjung kemajemukan. Jika hal ini tidak diatasi dengan baik, maka lambat laun akan menyebabkan potensi disintegrasi bangsa.
Diakui Wandik, di era milenial setiap orang dapat mengekspresikan “ketidaksukaannya” terhadap sesuatu hal melalui media sosial seperti facebook, twitter, dan lainnya. Penggunaan media sosial untuk menyalurkan ketidaksukaan berpotensi memicu perseteruan dalam skala nasional yang kemudian membahayakan integrasi sosial dan kedamaian di masyarakat.
Diakui Willem, negara tidak mampu mencegah penyalahgunaan media sosial ini, sekalipun lembaga penegak hukum telah diberikan tugas untuk menegakkan hukum sipil. “Wacana tentang toleransi tidak bisa sekedar disampaikan sebagai himbauan moral semata, tetapi wajib diperjuangkan sebagai norma bersama yang sifatnya mengikat,” tegas Wandik kepada wartawan, Jakarta, Senin (10/2).
Tantangan terbesar lainnya juga adalah bahaya radikalisme dan ekstrimisme, masalah rasisme terhadap entitas Melanesia Papua, masalah intoleransi terhadap keyakinan menjalankan ibadah, masalah bencana alam dan kerusakan ekosistem hutan (terutama ancaman terhadap masyarakat adat), dan masalah perekonomian nasional.
Terkait kondisi di Tanah Papua, semua ini terjadi karena kesalahan konsep penyelesaian masalah yang tidak pernah dapat dipertemukan antara “konsep militerisme ala Jakarta” dengan konsep rekonsiliasi humanisme ala pendekatan “Wisdom Culture” dan pendekatan Gereja di Tanah Papua.
Suku-suku asli di Tanah Papua dulunya berperang antara satu dengan lainnya. Tetapi sejak masuknya pekabaran Injil oleh Sir Car Willem Otto dan Sir Johan Gottlod Geissler pada tahun 1855, kemudian tercipta hidup damai dan berdampingan dalam pangkuan Gereja.
Namun sejak era Trikora 1962, era Otsus Papua 2001, sampai hari ini, pendekatan kemanusiaan ini tidak dipahami oleh para pengambil kebijakan di pusat kekuasaan Jakarta. Maka yang terjadi adalah pertumpahan darah di Tanah Papua.
Perjalanan konflik dan masalah sosial yang dihadapi di Tanah Papua, adalah ketidakadilan, penegakan hukum yang diskriminatif, praktek militerisme, dan diabaikannya peran lembaga adat dan gereja. “Tanah Papua sekali lagi tidak membutuhkan serdadu-serdadu, tidak pula membutuhkan milisi bersenjata, melainkan membutuhkan kasih Tuhan,” tegas Willem Wandik.
Oleh karena itu, kami mengajak seluruh umat Gereja, para pemimpin nasional, dan seluruh umat beragama di Republik ini, agar kita semua menyatukan visi perdamaian yang abadi dan menghentikan segala bentuk kekerasan di Tanah Papua dengan semangat “satu nyawa berharga di Tanah Papua”.
Sebuah pepatah menyebutkan “bukanlah seberapa kuat dirimu dapat menaklukkan orang lain, tetapi seberapa tulus dirimu menunjukkan kebaikan dan empati terhadap orang lain”. “Itulah kunci perdamaian sejati di Tanah Papua yang menjadi gerbang menara Injil di kawasan Timur Nusantara yang harus dilakukan oleh setiap penguasa di Republik ini,” tegas Wandik.
Beberapa waktu yang lalu peristiwa rasisme bergejolak di Surabaya. Kejadian ini kemudian memicu pergolakan sosial yang tidak terkendali di Tanah Papua. Kami berharap dari Kota Pahlawan ini, maka deklarasi unifikasi, penghapusan diskriminasi rasial, pengukuhan ideologi ideologi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, harus terus kita deklarasikan untuk memperkuat visi Indonesia Raya menjelang 100 tahun berdirinya republik ini.
Setelah menggelar acara ini, akan dapat merekomendasikan sejumlah isu nasional yang telah dihasilkan dari Rakernas GAMKI ke Presiden Joko Widodo. (redaksi)
GAMKI Dukung Rencana Jokowi Pindah Ibu Kota
Dalam pembukaan Rakernas GAMKI, hadir mewakili pemerintah pusat Menpora Zainudin Amali, Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar, mewakili Ketua DPD RI Angelius Wake Kako, dan mewakili pemerintah daerah Sekda Provinsi Jawa Timur Heru Tjahjono. Jakarta, Minggu,(09/02/2020)
“Soal pemindahan Ibukota Negara, kami sangat mengapresiasi keberanian Presiden Jokowi. Meskipun menuai banyak pro dan kontra, terutama menabrak romantisme pulau Jawa sebagai pusat peradaban Indonesia di masa lalu. Hal ini menunjukkan visi Indonesia Sentris, dan merupakan lompatan baru sebagai rumah bersama bangsa Nusantara,” ujar Wandik yang juga merupakan anggota DPR RI ini.
Catatan penting yang perlu kami perkuat, lanjut Wandik, adalah Kalimantan Timur juga merupakan wilayah adat dari Suku Dayak, yang masih hidup mempertahankan tradisi nenek moyang, dan dimana sebagian besar kegiatan pelayanan Gereja juga banyak memberdayakan masyarakat adat Suku Dayak.
“Sebagai DPP GAMKI, kami menghimbau kepada umat gereja di Kalimantan Timur, untuk mendukung Nawacita Presiden Jokowi, menjadikan wilayah adat Suku Dayak sebagai rumah baru, ibu kota pemerintahan masyarakat Nusantara, yang majemuk, inklusif (terbuka), toleran, dan mempertahankan kelestarian ekosistem Hutan Kalimantan sebagai Paru-paru dunia,” pungkasnya. (redaksi)
GAMKI Sukseskan Pelaksanaan PON 2020 Papua
Willem Wandik yang merupakan anggota Komisi V DPR RI menyampaikan dukungannya atas dipilihnya Wilayah Timur Nusantara Indonesia Tanah Papua menjadi tuan rumah penyelenggaraan PON XX tahun 2020, saat menyampaikan interupsi dalam rapat Paripurna DPR RI di Senayan, Kamis (6/2/2020). “Tetapi jangan didramatisir yang seolah-olah Tanah Papua itu tidak aman. Saya jamin, sampai hari ini Tanah Papua aman dan saya optimis pelaksanaan PON akan terjaga dengan baik,” tegas Wandik.
Wandik yang juga merupakan Ketua Umum DPP GAMKI ini meminta, pemerintah pusat harus percaya terhadap simbol-simbol negara yang ada di Tanah Papua seperti Gubernur, MRP, DPRD, maupun penyelenggara birokrat lainnya. Jangan ada oknum tertentu yang punya kepentingan, dan menjadikan Tanah Papua seolah-olah tidak aman.
“Jika pemerintah pusat tidak percaya terhadap simbol-simbol negara yang ada disana, bagaimana masyarakat Papua percaya kepada negara. Persoalan penting yang terus menjadi polemik pun tidak akan pernah tuntas ditangani oleh pemerintah pusat. Jakarta jangan berpandangan paranoid terhadap Papua,” ujar Wandik.
Sebelumnya, dalam Pembukaan Rakernas GAMKI di Surabaya pada hari Jumat (31/1), Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali juga meminta dukungan dari GAMKI seluruh Indonesia untuk berperan aktif dalam menyukseskan acara PON XX 2020 di Tanah Papua.
Menpora turut memberikan apresiasi atas dukungan GAMKI terhadap upaya Presiden Jokowi untuk membangun Indonesia sebagai satu bangsa yang utuh. Hal ini yang menjadi alasan Presiden memindahkan ibukota negara ke tengah (Kalimantan) sebagai cita-cita Indonesia Sentris.
“Saya akan sampaikan kepada Presiden bahwa GAMKI mendukung semua program pembangunan yang sudah dicanangkan Bapak Presiden. Mewakili pemerintah pusat, saya mengharapkan partisipasi GAMKI dalam pembangunan bangsa dan negara yang kita cintai ini. GAMKI harus terlibat menciptakan persaudaraan yang erat dan perdamaian yang abadi,” pungkas Menpora.
Ketua Umum DPP GAMKI Willem Wandik dalam sambutannya menyampaikan kesiapan GAMKI untuk mendukung pelaksanaan PON 2020 di Papua.
“DPP GAMKI bersama dengan DPD GAMKI Papua mendukung penuh pelaksanaan PON 2020 di Papua. Kami akan segera berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah terkait partisipasi GAMKI di dalam menyukseskan pelaksanaan PON ini,” tegas Wandik. (sumber: indnews.id)
GAMKI: Papua Butuh Rekonsiliasi dengan Pendekatan Humanisme
Otonomi Khusus Papua tidak datang dari itikad baik Pemerintah Pusat dan juga tidak dari political will Jakarta untuk memacu ketertinggalan Tanah Papua dari berbagai dimensi. Tetapi Otonomi Khusus lahir karena adanya tuntutan pemberian hak menentukan nasib sendiri (The Right of Self Determination) untuk merdeka menjadi sebuah negara berdaulat dan lepas dari Negara Republik Indonesia.
“Sehingga Otonomi Khusus hanya menjadi win-win solution untuk menyelesaikan sejumlah konflik dasar rakyat Papua, termasuk akar soal integrasi Papua ke NKRI saat mengkristalnya tuntutan kemerdekaan Papua pada tahun 1999/2000,” ujar Willem Wandik saat konferensi pers seusai melaksanakan sesi seminar dengan tema “Jokowi Bersama Masa Depan Papua Pasca Otonomi Khusus” dalam Rakernas GAMKI di Surabaya, 1 Pebruari 2020.
Wandik mengatakan, sebelum tahun 1998, Pemerintah pusat menggunakan metode sentralistik yang menjadikan semuanya Jawa Sentris. Kemudian diubah menjadi metode desentralisasi kepada pemerintah daerah, termasuk didalamnya pemerintah daerah provinsi Papua. “Diinginkan sistem desentralisasi supaya daerah Papua dapat berjalan secara demokratis, mandiri, otonom dan inovatif untuk membangun Papua dalam bingkai NKRI,” ungkapnya.
“Setelah 19 tahun bergulirnya otonomi khusus di Papua, GAMKI melihat bahwa Otonomi Khusus tidak bisa diaktualisasikan dengan baik. Hal ini terjadi karena banyaknya peraturan perundang-undangan nasional yang terus berubah dengan cepat,” imbuhnya.
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diganti dengan Undang – undang Nomor 23 Tahun 2014, sementara Undang – undang 21 Tahun 2001 itu dibuat dengan mengacu pada Undang – undang 22 Tahun 1999 sehingga sebagian besar materi muatannya masih memperhatikan Undang – undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurut Wandik, praktis Undang – undang Otsus tidak efektif dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan di Papua, baik hubungan Kabupaten/Kota dan Gubernur maupun Hubungan Pemerintah Papua dan pemerintah pusat.
“Gesekan norma dan tumpang tindih UU serta konflik kewenangan membuat 19 Tahun rakyat Papua belum mendapat hasil maksimal dari Implementasi Otsus itu sendiri. Termasuk Undang – Undang Sektoral dalam pengelolaan Migas dan Hasil Tambang serta Sumber Daya Alam lainnya,” ungkap Wandik.
Di Penghujung berakhirnya Otonomi Khusus pada Tahun 2020/ 2021, pihaknya mendesak kepada Ketua DPR Republik Indonesia untuk menggelar Rapat Paripurna dengan agenda tunggal meminta Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Bapak. Ir. Joko Widodo terhadap pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua.
“Hal ini dimaksud untuk mendengar keterangan Presiden Indonesia, apakah ada grand design dan blue print masa depan Papua selain opsi Otonomi Khusus yang tidak efektif selama dua dekade terakhir ini,” kata Wandik.
GAMKI mendorong Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. Joko Widodo agar melakukan Moratorium terhadap Perpanjangan UU Otonomi Khusus Papua dengan harapan ada evaluasi secara konprehensip dan holistik dari semua aspek. Kemudian bisa dilanjutkan pembahasan RUU Otonomi Khusus Papua terkait perpanjangan 2 persen dana DAU Nasional, agar kedepannya implementasi Otsus lebih tepat sasaran untuk memacu percepatan pembangunan demi kesejahteraan Orang Asli Papua (OAP) di Tanah Papua sesuai Janji Presiden pada Hari Jumat 11 November 2019 di Istana Merdeka Jakarta.
“Banyak kegagalan pembangunan di Papua diantara adalah pendidikan, kesehatan, sosial budaya dan ekonomi orang asli papua,” ungkapnya.
DPR RI dalam melakukan perubahan dan revisi terhadap UU Nomor 21 Tahun 2001, harus ada usulan dari masyarakat Papua yang disampaiakn ke DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua. Hal ini merujuk pada pasal 77 Undang –Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang usulan revisi undang-undang Otsus.
“GAMKI menolak semua rancangan perubahan UU Otsus Papua apabila tidak melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku,” tegas Wandik.
Kami melihat ini bukan soal uang saja sebagaimana dalam Pasal 34 Ayat 3 huruf e terkait 2 persen dana DAU Nasional dan juga soal pemberian kewenangan yang lebih kepada pemerintah daerah di Papua. “Tetapi ini adalah persoalan kemanusiaan. Selama bergulirnya Otsus, terlalu banyak tragedi tumpah darah karena pemberlakuan operasi militer,” katanya.
GAMKI berharap sebelum RUU Otsus diperpanjang, penyelesaian permasalahan di Papua bisa mengikuti metode yang digunakan oleh Provinsi Aceh yang melibatkan pihak independen sebagai penengah.
“Secara sungguh – sungguh, hal ini akan mengakhiri krisis kemanusiaan dan tetesan darah manusia yang tidak berdosa, dengan menghadirkan tanda – tanda Kerajaan Allah di Tanah Papua yaitu Gerbang Menara Injil di Wilayah Timur Nusantara,” tambahnya.
Melalui arena Rakernas GAMKI ini, kami sampaikan bahwa Pada 5 Februari 1855 Tabur Kegelapan di Papua telah diganti oleh Terang Injil Kristus yang Ajaib oleh 2 Missionaris dari daratan Eropa berkebangsaan Jerman yaitu Tuan Carl Willem Ottow dan Tuan Johan Gotlob Geissler.
Sejak saat itu, maka Papua seutuhnya menjadi “wilayah operasi kerajaan allah”. Papua menjadi “bangsa yang berjalan dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar” (Yesaya 9 :1). “GAMKI memandang bahwa Pola pendekatan Pembangunan di Tanah Papua harus berlandaskan Injil Kristus sebagai Local Wisdom,” tutupnya.
Dalam sesi seminar sebelumnya, Dr. Yustus Pondayar yang hadir sebagai pembicara mengatakan bahwa hubungan antara pemerintah Provinsi dan Kabupaten dalam kerangka Otsus itu sama sekali kabur dan tidak jelas. Kapan hubungan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten dalam kerangka Otsus terjadi,” kata dia.
Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih ini mengatakan, Pemprov Papua tidak meletakkan atau menyusun dokumen rencana pembangunan otonomi khusus. Sehingga tidak ada indikator ketercapaian yang diinginkan.
“Yang terjadi juga adalah bahwa Otsus dapat diatur dengan Perdasus, sehingga Gubernur maupun Bupati mengatur dana tersebut sesuai dengan perspektifnya sendiri. Seharusnya pemerintah pusat harus mengarahkan penggunaan dana tersebut. Acapkali dana Otsus dipakai untuk kepentingan kampanye politik,” ujarnya.
Lanjutnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah terlalu banyak melakukan evaluasi tanpa mengambil langkah-langkah penataan untuk penguatan UU Otsus. Karena itu, lanjut Dr. Yustus, pemerintah pusat dan daerah harus melakukan moratorium UU Otsus Papua untuk sementara waktu agar adanya evaluasi total terhadap pelaksanaan UU Otsus. Hal ini untuk mencari solusi terbaik. (sumber: Red/indnews.id)
GAMKI Minta Pemerintahan Jokowi Adil Soal Rumah Ibadah
Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) meminta Pemerintahan Presiden Jokowi konsisten melakukan kebijakan yang adil dan tidak berpihak kepada salah satu kelompok masyarakat dalam pembangunan rumah ibadah. Karena negara harus berdiri di atas semua golongan.
Hal ini disampaikan GAMKI dalam pernyataan sikap dalam bentuk rilis yang diterima Tagar, di Jakarta, Minggu, 9 Februari 2020.
Berikut ini Pernyataan Sikap Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) Terkait Persoalan Pelarangan Pembangunan Rumah Ibadah:
- GAMKI mengapresiasi langkah cepat Menteri Agama yang sedang memproses izin Balai Pertemuan Al Hidayah di Perum Agape, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utaramenjadi rumah ibadah Masjid. Setiap warga negara berhak memeluk agama dan beribadah di rumah ibadahnya masing-masing.
- GAMKI juga memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah, aparat keamanan, FKUB, lembaga masyarakat dan agama di Sulawesi Utara yang bergerak cepat mencegah terjadinya konflik, serta meminta seluruh elemen masyarakat untuk dapat menahan diri, tidak memprovokasi keadaan, serta menjaga ketenangan berdasar filosofi torang samua basudara.
- Proses pembuatan izin rumah ibadah terhadap Balai Pertemuan di Minahasa Utara yang dilakukan Menteri Agamamenggambarkan bahwa negara melakukan tanggung jawabnya untuk menjamin kebebasan beribadah dan memeluk agama setiap warga negara Indonesia. Langkah cepat yang dilakukan pemerintah menunjukkan bahwa pemerintah sebenarnya sangat bisa menjadi mediator rekonsiliatif dan menyelesaikan polemik pembangunan rumah ibadah yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
- GAMKI meminta pemerintah melalui Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri untuk juga melakukan pendekatan yang sama dalam menyelesaikan polemik pembangunan rumah ibadah yang terjadi di Karimun Kepulauan Riau, Dharmasraya dan Sijunjung di Sumatera Barat, tiga gereja yang ditutup di Jambi, GKI Yasmin serta HKBP Filadelfia di Jawa Barat, dan berbagai rumah ibadah lainnya yang dipersulit dalam mengurus izin ataupun membangun rumah ibadah. Bahkan beberapa hari lalu, Gereja Katolik St. Joseph di Karimun yang sudah berdiri sejak tahun 1928 dan telah memiliki IMB mendapat aksi penolakan dan caci-maki oleh sekelompok massa.
- GAMKI mengingatkan kembali pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan “tidak ada tempat bagi mereka yang intoleran di Indonesia. Apalagi dengan cara-cara kekerasan. Berujar saja tidak, apalagi dengan kekerasan.” GAMKI juga mengingatkan pernyataan Menteri Agama pasca dilantik yang mengatakan bahwa “saya bukan hanya Menteri satu agama, melainkan Menteri semua agama. Saya bukan hanya Menteri agama Islam yang hanya mengurusi kepentingan umat Islam saja, melainkan kepentingan seluruh umat beragama di Indonesia.” Pemerintah harus konsisten melakukan kebijakan yang adil dan tidak berpihak kepada salah satu kelompok masyarakat. Karena negara harus berdiri di atas semua golongan.
- GAMKI kembali mempertegas bahwa sikap intoleran berupa pelarangan pembangunan rumah ibadah dari agama manapun dapat menjadi virus jahat yang menyebar dan menghancurkan semangat kebersamaan dan persatuan menuju disintegrasi bangsa. Keadaan damai dan kondusif dalam praktek hidup umat beragama hanya dapat terjadi bila semua pihak saling mengerti dan menahan diri serta tidak mengambil tindakan kekerasan.
- GAMKI mengajak semua lapisan masyarakat di seluruh Indonesia, terkhusus tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat untuk menyadari bahwa setiap orang memiliki keinginan yang sama untuk dapat beribadah dan memeluk agamanya masing-masing dengan bebas tanpa ada tekanan ataupun diskriminasi dari pihak manapun. Maka seharusnya kita menjadi pemeluk agama yang baik yakni memberikan kesempatan kepada orang lain yang berbeda agama untuk dapat juga beribadah dan memeluk agama dengan bebas, tanpa merasakan diskriminasi dan gangguan dari pihak lain. (redaksi)
Anak Muda Gereja Harus Mengubah Mindset dan Tingkatkan Skill
“Wirausaha untuk Generasi Milenial Menjemput Puncak Bonus Demografi 2030” merupakan tema seminar yang diangkat di rangkaian rakernas GAMKI pada 1 Pebruari 2020.
“Saat ini, sumber daya manusia yang mampu untuk mengelola koperasi sangat minim. Begitu juga indeks entrepreneurship Indonesia masih sangat rendah dibanding dengan negara-negara lainnya,” ujar pemateri, Billy Mambrasar selaku Staf Khusus Milenial Presiden Jokowi.
“Anak muda Indonesia banyak berpikir bahwa generasi milenial itu adalah anak muda yang duduk di depan laptop dan membuat startup. Padahal sebenarnya bukan hanya itu. Generasi milenial adalah orang-orang yang mampu meningkatkan taraf pendidikan, kemampuan Bahasa Inggris, ataupun kemampuan keilmuan lainnya,” lanjut Billy.
Ditegaskan pula, saat ini Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang tangguh dan go-global. Jangan hanya berpikir ingin jadi PNS atau pegawai kerja lainnya. “Anak muda harus terus memperbaiki dan upgrade keilmuan. Dari semua itu, yang paling utama adalah mengubah mindset atau pola pikir,” ucap Billy yang juga merupakan Ketua DPP GAMKI yang membidangi Ekonomi Kreatif dan Ekonomi Digital.
Sepuluh persen dari jumlah pengangguran Indonesia adalah kaum intelek yang menyandang gelar pendidikan dari perguruan tinggi, baik nasional maupun dari luar negeri. Berarti ada yang salah dari pola pikir selama ini selama menjalani studi.
Namun demikian, Billy berharap kepada kaum intelek supaya tetap mengubah mindset. Billy mencontohkan Nadiem Makarim (Mendikbud) yang mampu membuat gebrakan di Indonesia.
“Anak muda harus Baper (bawa perubahan), apalagi yang ada di provinsi kepulauan. Harus memikirkan bagaimana membuat perubahan di lingkungan. Begitu juga anak muda gereja, tidak boleh hanya memikirkan antara surga dan neraka. Tetapi harus memikirkan pengembangan ekonomi jemaat,” lanjutnya.
Dalam sesi ini, turut hadir pembicara lainnya, antara lain Wisnu wijaya soedibjo (Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal) dan Luhur Pradjarto (Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM).
Di tempat terpisah, Samuel F. Silaen selaku Ketua Bidang Koperasi dan UMKM DPP GAMKI mengatakan, Kementerian Koperasi Republik Indonesia harus memfasilitasi pelaku usaha kecil yang diendors anak-anak muda, khususnya yang ada di desa. Hal ini akan membantu dalam cipta lapangan kerja, khususnya yang ada di desa. “Hal Ini juga bertujuan menghambat arus urbanisasi dari desa ke kota yang semakin meningkat dari tahun ke tahun,”ungkap Silaen.
“GAMKI sepaham dengan apa yang disampaikan Staf Khusus Presiden. GAMKI akan bersinergi dan berkolaborasi dengan pemerintah untuk mendorong generasi milenial untuk berwirausaha,” tandasnya. (Redaksi)