SEBAGAI orang tua kita bertanggung jawab atas tumbuh kembang anak, kepribadian hingga perilaku yang tampak adalah cerminan dari kehidupan di rumah dan kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan orang tua. Dalam teori Sigmund Freud, kepribadian manusia dibagi 3, yaitu consciousness, preconsciouness, dan unconsciousness, biasa lebih dikenal dengan fenomena gunung es.
Struktur kepribadian ini menurut Freud ditekankan pada unconsciousness (alam bawah sadar), di mana alam bawah sadar adalah sebagian besar dari pengalaman masa kecil. Freud juga mengkaji produk budaya dari kacamata psikoanalisa, seperti puisi drama, lukisan, dan lain-lain. Karena itu ia memberikan sumbangan juga pada analisis karya seni. Hal tersebut yang menjadi dasar atas pentingnya memperkenalkan seni pada anak dan juga menjadikan seni sebagai bentuk apresiasi terhadap lingkungan.
Lingkungan terdiri dari masyarakat sosial dan alam itu sendiri, jika hidup dalam masyarakat kita perlu juga menanamkan kepedulian terhadap lingkungan dan membentuk kepedulian serta kepekaan sosial juga mampu dimulai dengan hal yang sederhana.
Melalui banyak hal kita juga mampu mengajarkan kepedulian akan lingkungan secara spesifik, melalui cara lain yang sedikit unik yaitu kesenian, kesenian sendiri mempunyai beberapa bentuk, seperti yang kita kenal secara umum ada seni rupa, seni musik, seni sastra, dan tentunya akan terus berkembang dan makin banyak lagi bentuknya.
Mengenalkan kepedulian anak melalui seni bisa dengan banyak hal seperti lukisan yang menggambarkan tentang alam dan lingkungan, juga mengenalkan anak dengan lagu yang memiliki pesan mencintai alam pada isi liriknya.
Sastra dan Fungsinya
Sebagai salah satu bagian dari seni, sastra menjadi sebuah karya penting yang menggambarkan secara gamblang tentang alam. Sastra juga mempunyai banyak fungsi seiring berjalannya waktu di mana dulu sastra hanya untuk menyampaikan pesan.
Kini sastra berkembang sebagai media kritik, media membangun rasa nasionalisme, media perlawanan, media mengapresiasi. Sastra dapat mengapresiasi apa pun selama pencipta mampu merasakan dengan inderanya lalu mengkonversikannya ke dalam tulisan atau pun lisan seperti kutipan puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul Segalanya:
Segalanya akan bersamamu: awan yang suka
Terserak, warna senja yang selalu baru, wajah telaga
Dibelakang rumah…
Kutipan puisi diatas merupakan contoh penglihatan yang coba ditangkap lalu dikonversikan ke dalam bentuk puisi, sajak diatas juga mampu menjadi contoh kita mengajarkan anak melihat segala sesuatu yang ada disekitarnya lalu memulai untuk menuliskannya. Masih pada puisi Sapardi Djoko Damono di bait selanjutnya berbunyi demikian,
Ketika kau mengecilkan volume ampli ingat
Tetangga sebelah sedang sakit, ketika kau
Mendengar jerit air mendidih dan buru-buru
Menuangkannnya ke ember untuk mandi
Merupakan proses pendengaran yang juga coba disampaikan dalam sebait puisi di puisi yang sama. Sesuai dengan tema yang diberikan, Sapardi mencoba mendengar apa yang ada disekitarnya sembari mengumpulkan segala bentuk tulisan yang sudah ditulis, kita bisa mengumpulkannya dan menata dengan baik, sehingga mampu menjadi sebuah seni sastra sederhana. Tentunya dengan kelima indra yang mampu dituangkan ke dalam tulisan akan berhasil mengapresiasi apa yang dirasakan di sekitar lingkungan.
Kita juga bisa mengajak anak-anak melihat pameran lukisan atau pameran seni rupa. Dalam lukisan yang merupakan seni rupa banyak digambarkan imajinasi atau gambaran nyata tentang alam hijau dan gambaran lingkungan yang jarang kita temukan di kehidupan sehari-hari.
Melalui seni musik kita juga bisa mendorong anak mendengar lagu-lagu tentang lingkungan dan lagu anak-anak yang bercerita tentang alam. Kesenian mampu mengembangkan kemampuan anak berpikir kreatif dan melatih menangkap fenomena yang terjadi di sekitarnya, sehingga membuat anak lebih peka dan peduli dengan kondisi yang ada, hal ini lebih baik dari pada mengenalkan gadget pada anak, terlebih mengenalkan alam hanya pada gambar-gambar alam yang semu.
Semoga ini menjadi alternatif pilihan mengajarkan anak kita peduli terhadap lingkungan, dan menumbuhkan kecintaan pada alam sekitar. Agar ketika tumbuh besar, pengalaman masa kecilnya menjadi bekal pada sosok yang mencintai alam dan lingkungan, serta terus berkarya sama seperti yang Pramoedya Ananta Toer katakan, “manusia tanpa cipta akan merosot ke kakinya sendiri, lalu melata sampai jadi hewan yang tak mengubah apa pun.” Sedikit terlalu keras, namun semoga sebagai orang tua kita terpantik untuk mendorong anak berkarya dalam bentuk apa pun terutama kesenian.
(Rivaldi Anjar Saputra)