HomeParentingAnak Bukanlah Aset, Orang Tua Harus Pahami Hal Ini

Anak Bukanlah Aset, Orang Tua Harus Pahami Hal Ini

Menguasai. Mengatur. Menentukan. Itulah sikap yang kerap dilakukan orang tua yang merasa memiliki anak. Karena itu, orang tua terkadang semena-mena terhadap anaknya.  Sehingga tidak sedikit anak yang kehilangan dunianya.

Setiap orang pasti pernah mengalami masa anak-anak. Namun, ketika menjadi orang tua, mereka tidak mau tahu bahkan tidak memahami anak-anaknya. Lebih parah lagi, masih banyak orang tua yang menganggap bahwa anak harus selalu patuh dan menuruti segala keinginan orang tuanya.

“Nilai matematika anakmu berapa?” Tanya seorang ibu kepada saya. Kebetulan hari itu baru selesai Penilaian Akhir Tahun (PAT) di sekolah anak saya. “Sembilan koma empat,” jawabku singkat. Dengan nada lebih tinggi ibu tadi melanjutkan omongannya, “anakku cuma dapat enam koma delapan, padahal jika besar nanti dia harus masuk kedokteran seperti cita-cita saya dulu!”

Banyak orang tua memiliki cita-cita di masa muda, tetapi tatkala cita-cita itu tidak tercapai, mereka melampiaskan cita-citanya tersebut kepada anak-anaknya. Alhasil, anak harus menanggung beban dari keinginan orang tuanya. Jika hal tersebut tidak sesuai keinginan anak, kemudian dipaksakan, maka anaklah yang menjadi korban.

Jangan Pakai Alasan Balas Budi

Tak dapat dipungkiri, adanya seorang anak karena ada orang tua yang melahirkan. Namun bukan berarti seorang anak lantas mempunyai hutang kepada orang tuanya. Dengan pemikiran seperti itu orang tua merasa berhak mengatur, menguasai, dan memaksakan kehendaknya kepada anak. Bahkan seorang anak wajib tunduk dan hormat penuh kepada orang tua tanpa kecuali.

Kehidupan dalam keluarga tidak lagi berpusat pada anak, tetapi pada orang tua. Anak harus bisa mengerti, memahami, bahkan menuruti orang tua. Jika hal itu tidak dilakukan maka anak akan di cap sebagai anak yang “durhaka.” Padahal anak juga mempunyai, kemauan dan kehendaknya sendiri. Ada dunia anak yang orang tua perlu masuk di dalamnya, bukan hanya menuntut hutang yang tidak mungkin bisa dibayar oleh anak.

Orang tua juga tidak bisa memaksakan saat anak memilih jurusan dalam pendidikannya. Orang tua yang baik harus bisa mengerti dan mengamati bakat minat sang anak dan kemudian mendiskusikannya bersama anak. Jangan sampai anak menyesal kemudian karena jurusan yang sebenarnya tidak diminatinya.

Didikan Melalui Keteladanan

Zaman sekarang banyak orang tua kurang bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya. Bagaimana bisa menjadi teladan yang baik bila kelakuan orang tua sendiri tidak baik? Ditambah lagi kesibukan dan pekerjaan menjadi penghalang orang tua untuk berinteraksi langsung dengan anak. Tugas dan tanggung jawab orang tua bukan hanya mencukupi kebutuhan anak secara material, bukan?

Model keteladanan ini diterapkan sedini mungkin, baik keteladanan kedisiplinan, kesopanan, mentaati aturan, kejujuran, ketegasan dan lain sebagainya. Keteladanan bukan hanya teoritis semata tapi melalui praktik nyata sehari-hari. Mendidik melalui keteladanan menjadi efektif dibanding kata-kata dan nasihat belaka.

Didikan juga berarti mampu melihat dan menunjukkan kesalahan pada diri anak. Seorang anak yang kedapatan melakukan kesalahan janganlah dibiarkan apalagi ditertawakan atau dipermalukan, tetapi orang tua harus menunjukkan letak kesalahannya itu. Dengan demikian kita sedang menanamkan nilai-nilai positif ke dalam diri anak tersebut.

Jika kita terbiasa membenarkan kesalahan seorang anak, bukan tidak mungkin jika nantinya ia tumbuh ke arah yang salah. Benar ada kalimat yang mengatakan, “bila anak dibesarkan dengan pujian, ia akan tumbuh menjadi orang yang percaya diri. Jika ia dibesarkan dengan cacian, ia akan tumbuh menjadi orang yang gemar mencaci orang lain. Jika ia dibesarkan dengan ucapan terima kasih, ia akan tumbuh menjadi orang yang mengerti arti berterima kasih. Jika ia dibesarkan dengan celaan, ia akan tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri.”

Itu sebabnya Alkitab mengingatkan kita demikian, “…janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. (Efesus 6:4).

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments