DUA suster saya yang bantu sehari-hari di poli akhirnya masuk isolasi karena positif. Usianya jauh lebih muda dari saya, hampir setengah usia saya. Tiap hari selalu saja ada kontak tak terduga yang saya alami. Baik dengan pasien, sesama nakes, teman, atau siapa pun.
Kita semua pernah dan akan mengalami hal sama. “Unpredictable contacts“. Suatu kontak atau ekspos dengan penderita Covid yang tak Anda ketahui; di mana terjadinya, kapan dan dengan siapa. Tidak bisa kita prediksi atau ramalkan. Seakan tak ada lagi tempat untuk sembunyi. No place to hide. Sebab itu saya berkata: Kita harus siap hidup bersama Covid.
Seperti dikatakan tiga menteri Singapura: “Covid-19 mungkin tidak akan pernah hilang dari kehidupan kita, ia akan terus bermutasi sehingga tetap bertahan di komunitas kita, tetapi kita masih dimungkinkan untuk hidup normal bersamanya dengan pola hidup yang tepat dan benar,”
Tuhan Maha Tahu
Mungkinkah Tuhan ingin melihat sejauh mana kita berani menerima keadaan ini dengan cara yang benar? Atau Ia sedang ingin membentuk kita lebih sempurna? I don’t know. Kadang saya bertanya kenapa saya masih bertahan? Apa saya lebih kuat dan lebih istimewa atau di istimewakan Tuhan? Saya rasa tidak. Saya hanya ingin belajar bahwa Iman, Imun dan Aman itu berjalan bersama-sama.
Saya juga tidak menganggap kuat karena bisa bertahan hingga hari ini. Tetapi apa pun itu, saya harus selalu bugar dan siap. Siap untuk hidup hari ini dan yang akan datang. Olah raga bukan suatu kewajiban atau gaya hidup. Olah raga adalah bagian dari hidup kita, sama seperti makan, minum, mandi dan berdoa, bahkan bernafas.
Di mana pun saya selalu menggerakkan tubuh untuk kebugaran. Saat nyapu, ngepel, mandi di bawah shower, saat berjalan, saat duduk, maupun saat saya mengambil benda yang jatuh. Itu nasihat ayah saya. Ia melakukan itu terus dan tetap bugar sampai sekarang di usianya 88 tahun.
Saya juga berusaha menjaga makan dan minum. Menjaga batin, berusaha punya waktu indah bersama Tuhan setiap saat, menikmati bait-Nya di mana pun saya berada. Hidup dalam syukur, ikhlas, sumarah, sumeleh dan mituhu. Seluruh hidup dan nafas kita adalah doa. Bukan ‘sumelang’ atau hidup dalam kekuatiran dan rasa takut berlebihan.
Harus bugar seluruhnya
Kita harus mampu meraih The Fitness of Life completely, kebugaran hidup yang lengkap. Secara spiritual, mental, jasmani, dan rohani. Sebab definisi fitness adalah kualitas atau kondisi kebugaran yang membuat kita dapat melakukan peran atau tugas tertentu. (a quality of being suitable to fulfill a particular role or task).
Dalam ilmu biologi makhluk hidup, fitness berarti kemampuan untuk tetap survive (bertahan) dan bereproduksi dalam suatu lingkungan tertentu. (an ability to survive and reproduce in a particular environment).
Dengan latihan badani dan latihan rohani (kesalehan). Latihan badani (somatike gymnasia) sedikit saja gunanya, tetapi latihan rohani (eusebia, godliness, spiritual maturity) itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup masa kini dan masa yang akan datang (mellôuses). Alkitab Bahasa Sehari-hari. (1 Timotius 4:8).
Latihan Mental
Mental perlu dilatih untuk hal positif, spiritual dan jasmani juga begitu. Olah raga, bodily exercise, atau somatike gymnasia; adalah mengolah dan melatih tubuh jasmani kita. Sebab itu ada istilah nge gym, gimnastik, gerak badan untuk kesegaran jasmani. Istilah gimnastik bukan untuk sekedar membentuk tubuh jadi indah, perkasa dan berotot saja. Tujuannya adalah kebugaran (Fitness).
Paulus juga pernah berkata pada Timotius, agar minum sedikit anggur untuk kesehatannya. Kenapa kok Timotius tidak disuruh doa saja, tapi disuruh mengatur pola makan dan minumnya? Mengubah kebiasaannya yang keliru dalam memilih makanan atau minuman (1 Timotius 5:23). Itu berarti hidup sehat juga melibatkan jasmani, bukan spirit saja. Mengatur pola makan dan minum, mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi, termasuk vitamin yang diperlukan. Jangan kekurangan atau berlebihan. Semua harus seimbang. Life is about balancing.
Mereka yang bekerja berhak memperoleh upah dari hasil pekerjaannya. Mereka yang melatih tubuh, mental dan rohaninyalah yang akan merasakan faedahnya. If we could give every individual the right amount of nourishment and exercise, not too little and not too much, we would have found the safest way to health. Jika kita dapat memberi setiap individu jumlah nutrisi dan olahraga yang tepat, tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak, kita akan menemukan cara teraman menuju kesehatan.” (Hippocrates c. 460—377 B.C).
Belajar Legowo
Lha wong yang muda dan bugar saja masih bisa terinfeksi dan sakit, apalagi kalau kita tidak fit? Tetapi bila Anda fit, setidaknya respon daya tahan Anda akan lebih baik untuk tetap survive atau bertahan. Kalau pun semua sudah kita lakukan, tetapi Tuhan izinkan sakit, maka belajarlah bersyukur. Itulah “acceptance“, keikhlasan, sebagai salah satu kunci sumarah, sumeleh lan mituhu marang Gusti.
Kunci lepasnya kita dari pemaksaan kehendak diri, dan kembali pada keikhlasan terhadap kehendak serta kuasa Allah, itulah iman. Tetapi hanya memasrahkan semua pada Allah tanpa pernah mau berupaya mencapai fitness, itu namanya pemalas. Iman itu berjalan seiring dengan ikhtiar, dengan perbuatan. Ora et Labora (berdoa dan bekerja).
To maintain and improving our fitness
Saya dan sejawat, Dr Prija Sp.PD, selalu berjalan kaki dari stasiun Mojokerto ke RS Rekso Waluyo. Hampir semua terheran-heran, “jauh lho dok. Kok gak minta dijemput atau naik Grab?” Kami bilang: Jauhnya seberapa sih? Itu cuma 10 menit jalan kaki, hanya satu kilometer.
Bukan kami tak punya uang atau hemat uang, tetapi kami merasa bahwa berjalan kaki itu bermanfaat untuk kebugaran kami. Dan kami bertanggung jawab memelihara tubuh serta kesehatan yang Tuhan anugerahkan ini dengan sebaik-baiknya.
Sebuah tanggung jawab yang harus kita lakukan. Bukankah tubuh ini rumah Allah yang harus kita jaga? Tetap semangat. Jangan manja, jangan baper-an dan jangan malas. Jadilah bijak, berubahlah agar kita tahu apa kehendak Allah: yang baik, yang berkenan pada Tuhan dan yang sempurna (Roma 12:2). Jaga iman, imun dan aman sebagai suatu kelengkapan senjata diri, baik terhadap hal jasmani maupun rohani.