HomeJelajah KameraToleransi Menjadi Prioritas Utama Umat Beragama

Toleransi Menjadi Prioritas Utama Umat Beragama

BERKEMBANGNYA konflik berbasis intoleransi makin mencuat sekarang ini. Titik-titik perjumpaan antar kelompok semakin menipis dan bahkan hilang. Karena itu Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur Komisi A Fraksi PDI Perjuangan, atas nama Yordan M. Batara-Goa, S.T., M.Si., mengadakan sosialisasi Wawasan Kebangsaan dengan tema “Sosialisasi Perda Provinsi Jawa Timur No. 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat.”

Acara yang digelar pada 27 November 2021 di Hotel Royal Tulip Darmo, Surabaya ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Pdt. Natael Hermawan, S.Si., M.BA., pengurus FKUB Provinsi Jawa Timur dan Pdt. Helbert Onja, M.Pd,K., pengurus FKUB Kota Surabaya.

Membuka acara di hadapan sekitar 130 peserta yang hadir, Yordan Bataragoa mengatakan, bahwa sosialisasi wawasan kebangsaan ini adalah yang pertama diadakan oleh DPRD sebagai tindak lanjut dari Peraturan Daerah (Perda) nomer 8 tahun 2018.

“Kegiatan ini dalam rangka meningkatkan toleransi dan mengatasi konflik, juga bagaimana agar gap antar agama dapat diperkecil, serta membantu gereja-gereja yang saat ini berjuang mendapatkan IMB,” jelas Yordan lebih lanjut.

“Sebagai implementasi ke depan adalah mengadakan gelar “Kemah Kebangsaan” yang melibatkan pemuda dari pelbagai agama yang ada,” imbuhnya.

Sementara itu Pdt. Natael mengatakan bahwa intoleransi terjadi salah satunya karena adanya pembentukan kelompok-kelompok baru yang berbeda dengan kelompok asalnya. Identitas yang berbeda ini diikuti oleh keberagaman potensi sosial yang meliputi pendidikan, ekonomi, kesejahteraan dan gaya hidup, termasuk agama.

Setara Institute mencatat pelanggaran atau kekerasan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia pada 2018 naik dibandingkan tahun 2017. Setara Institute juga mencatat hingga Juni 018 ada 109 intoleransi dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Hasil survey Yayasan Denny JA dan Lingkaran Survei Indonesia Community yang mengatakan, lebih dari 60 persen public Indonesia semakin tak nyaman dengan orang yang berbeda keyakinan. Sebanyak 67,8 persen penduduk Indonesia tidak suka bertetangga dengan orang yang berbeda agama.

“Masalah-masalah yang berkaitan dengan rasa persaudaraan semakin terkikis, tetapi egoisme  golongan semakin mencuat. Zona sosial yang memungkinkan antar umat bertemu dan saling mengenal makin menghilang. Warga masyarakat yang berbeda dari segi etnis, agama dan status sosial cenderung hidup terpisah dan mengembangkan aktivitas hanya di seputar kelompoknya sendiri,” papar Pdt. Natael.

Karena itu sebagai upaya pemeliharaan toleransi dan penanganan konflik adalah dengan menghormati dan menghargai perbedaan agama, serta melakukan rekonsiliasi, reintegrasi, rehabiltasi dan rekonstruksi seperti yang disebut dalam pasal 10 dan 11 Perda nomer 8 tahun 2018 ini.

Sedangkan narasumber kedua, Pdt. Helbert lebih menjelaskan kepada legalitas gereja. Hal yang harus diperhatikan gereja saat mengurus legalitas, yaitu dengan melihat perspektif pemerintah (undang-undang); perspektif masyarakat (mayoritas); dan perspektif dari gereja lokal itu sendiri.

“Bagi gereja yang kondisinya masih ‘sewa’ tempat, maka hal yang harus diperhatikan antara lain, memastikan terdaftar di Sinode, melaporkan ke Kemenag, melaporkan ke Aras, dan melaporkan ke RT setempat. Sedangkan untuk gereja ‘ruko’ maka harus mengurus alih fungsi bangunan ke Walikota/Cipta Karya. Bagi gereja yang sudah lama berdiri tetapi belum mengurus IMB, disarankan untuk mengurus persyaratan IMB dengan merujuk pada Perwali nomer 58 tahun 2007 tentang pendirian rumah ibadah,” papar Pdt Helbert.

Acara Sosialisasi Wawasan Kebangsaan ini dihadiri antara lain, Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG), Asosiasi Pendeta Indonesia (API), Aras Nasional, Organisasi Kristen, Pengurus Sekolah dan lain-lain. (jp)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments