Ungkapan bahasa Latin “Ora et Labora” sudah dikenal sejak abad ke empat. Diciptakan oleh tokoh spiritualitas bernama St. Benediktus dari Nursia. Istilah ini menjadi terkenal di lingkungan umat Kristen yang artinya: “Berdoa dan Bekerja”. Maksudnya umat Kristen tidak cukup berdoa tapi juga harus bekerja. Keberhasilan seseorang tidak cukup hanya dengan berdoa, tetapi harus ada tindak nyata yaitu bekerja. Bagi Benediktus, kata labora digunakan untuk mengungkapkan ‘kerja tangan’ atau ‘opus manuale’ yang berarti berdoa. Dengan kata lain, tidak ada pemisah antara bekerja dan berdoa, jadi keduanya harus dilakukan bersamaan.
Awalnya kata Ora et Labora mau mengintegrasikan dua kata yang berbeda. Namun pada praktiknya dua makna itu menjadi terpolarisasi. Doa adalah suatu ibadah, sedang bekerja adalah satu karya manusia. Setidaknya dengan berdoa itu pekerjaan itu menjadi lancar dan jadi berkat. Ungkapan ora et labora bisa membuat orang salah paham. Seakan doa dan bekerja adalah dua hal yang terpisah. Padahal manusia yang hanya berdoa, tidak bekerja akan menjadi beban bagi orang lain.
Ungkapan bahasa Jawa: Nyambut gawe iku ibadah lan rejeki iku jatah. Aja kuwatir bab rejekimu, amarga rejekimu wis ngerti alamatmu. (Bekerja itu ibadah dan rezeki itu jatah. Jangan kuatir dengan rejekimu, karena rezekimu sudah mengerti alamatmu).
Beranjak dari ungkapan bahasa Jawa, rasanya istilah Ora et Labora lebih pas dilafalkan Laborare est Orare, satu kata yang menyatu artinya. Bekerja adalah Berdoa.
Bekerja adalah Berdoa
Kata ‘bekerja’ dalam bahasa Ibrani ‘Avad’ pertama kali ditulis dalam Kejadian 2:15 TB2) “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk ‘mengerjakan’ (le’av’dah dari kata dasar avad) dan ‘memelihara’ (Ulesham’rah dari kata dasar shamar) taman itu”. Kata ‘Avad’ bermakna to work, to serve (Strong’s h 5647) dan ‘Shamar’ artinya: to keep, watch, preserve (Strong’s h 8104). Dalam Perjanjian Lama bekerja adalah bagian dari ibadah. Orang yang tidak bekerja diartikan tidak beribadah. Kebiasaan orang Yahudi zaman itu, bekerja itu dikaitkan relasinya dengan Tuhan alam semesta sebagai ebed Elohim.
Bekerja adalah ibadah manakala kita melakukan pekerjaan yang bertujuan untuk melayani Tuhan. “Pekerjaan apa saja yang diberikan kepadamu, hendaklah ‘kalian mengerjakannya’ (ergazesthe) dengan sepenuh hati, seolah-olah Tuhanlah yang kalian layani dan bukan untuk manusia” (Kolose 3:23 BIMK). Kata ergazesthe adalah kata Verba, Present Tense, Imperative, 2nd Person, Plural dari kata dasar ergazomai yang artinya: to work, acquire by labor (Strong’s g 2038).
Allah kita adalah Allah yang bekerja sejak awal penciptaan. Alkitab PL memakai kata ‘pekerjaan’ pertama kali muncul dikenakan pada entitas Allah, dan bukan diri manusia. “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan ‘pekerjaan’ (melak’tow – melakah) yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala ‘pekerjaan’ (melak’tow – melakah) yang telah dibuat-Nya itu” (Kejadian 2:2). Dengan kata lain, bekerja adalah salah satu hakikat Allah. Ketika manusia bekerja, sesungguhnya itu adalah bagian dari gambar dan rupa Allah (Similitudo dan Imago Dei) yang ia miliki (Kejadian 1:26,27).
Ibadah Sekuler atau Sakral
Kita memahami hari Minggu dimaknai hari di mana umat Kristen beribadah. Kata ‘Minggu’ ini diserap dari bahasa Portugis Domingo. Kata ini berasal dari bahasa Latin ‘Dominicus’ yang artinya “Hari Tuhan” Sedang pandangan sekuler mengatakan hari Senin sampai dengan hari Sabtu adalah hari untuk bekerja. Secara umum memang lazim begitu. Dikotomi ibadah dan bekerja seperti ini sebenarnya tidak tepat.
“Karena itu, Saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan ‘tubuhmu’ (ta sômata) sebagai ‘persembahan’ (thusian) yang ‘hidup’ (zôsan), yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: Itulah ‘ibadahmu’ (latreian) yang sejati”. (Roma 12:1 TB2). Sedang Alkitab bahasa Jawa 1990 dipakai terjemahan: “yaiku ‘pangibadahmu’ kang sajati”
Kata ‘ibadah’ (latreian) berasal dari kata Noun: latreia dalam kasus Acusative, Feminine, Singular yang artinya penyembahan, ibadah. Kata ini dipergunakan hanya lima kali dalam PB, yaitu (Yoh 16:2, Roma 9:4, Roma 12:1, Ibr 9:1,6). Sedangkan kata Verba latreuô berarti menyembah, beribadah dipakai sebanyak 21 kali dalam PB.
Jadi pengertian ibadah Perjanjian Baru merujuk kepada aktivitas ibadah manusia sebagai respons terhadap karya keselamatan Kristus, sekaligus penggenapan ibadah Perjanjian Lama. Semua pekerjaan yang kita lakukan adalah sebuah ekspresi dari kreativitas-Nya, karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Itu adalah sebuah panggilan dan merupakan ibadah. Kata ibadah adalah istilah untuk menunjuk suatu perbuatan yang menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari oleh ketaatan mengerjakan perintah-Nya.
Karya Yesus dan Murid-murid-Nya
Kita tahu bahwa Yesus bekerja sebagai tukang kayu. (Markus 6:3).Yesus tidak hanya merancang, tapi juga berkarya dan menciptakan. Ada makna indah di balik pekerjaan sebagai tukang kayu. Ia hendak mengejawantahkan keilahian-Nya sekaligus kemanusiaan-Nya. Sebagai Allah, Ia telah menciptakan alam semesta ini. Dan sebagai manusia, Ia merancang pelbagai perabotan yang berguna untuk orang lain.
Pada hari Sabat Yesus berada di kolam Bethesda. Ia menyembuhkan seorang yang sudah 38 tahun berbaring karena sakit, maka orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus. “Namun, Ia berkata kepada mereka: “Bapaku ‘bekerja’ (ergazetai) sampai sekarang, dan Akupun ‘bekerja’ (ergazomai) (Yoh. 5:17 TB2).
Petrus dikenal sebagai nelayan yang handal, tetapi suatu saat dia gagal dan berjumpa dengan Yesus. Sampai ia mengakui bahwa Yesus bisa berkarya melalui mujizat menjala ikan, sehingga Petrus mendapat ikan yang banyak. (Lukas 5:6). Berakhir dengan panggilan-Nya untuk menjadi penjala manusia. (Lukas 5:10). Kehidupan Petrus diubahkan Tuhan secara luar biasa setelah hari Pentakosta. Kisah Rasul 2:41: “Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa”
Paulus juga melakukan pekerjaan sebagai seorang pembuat tenda bersama Akwila dan Priskila di Korintus. Ia adalah seorang pemberita Injil sekaligus seorang wirausaha. (Kis. 18:3). Selain Paulus bekerja untuk diri sendiri, ia juga bekerja memenuhi kawan-kawan seperjalanannya (Kis 20:34). Prinsip pelayanan Paulus sangat unik karena ia berbeda dengan rasul-rasul yang lain. Sebagai seorang penginjil ia tidak mau membebani jemaat yang dilayani. Ia juga tegas untuk tidak menerima imbalan apapun atas pemberitaan Injil yang dilakukannya meskipun sebenarnya ia berhak untuk itu. Komitmen Paulus untuk menjangkau jiwa-jiwa sangat jelas. Ia mengatakan: “Jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri, sebab hal itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Kor. 9:16 TB2).
Bekerja itu Mulia
Kerja adalah bagian yang hakiki dan luhur dari kemanusiaan kita, karena Allah adalah Allah yang bekerja. Allah yang bersukacita melihat hasil karya-Nya (Kej.1:31). Sejak manusia diciptakan, ia diperintahkan untuk bekerja dalam rangka menunaikan mandat Ilahi yang luhur untuk mengelola bumi ciptaan Allah.
Bekerja merupakan sesuatu yang mulia, yang ada pada natur manusia sejak awal ia diciptakan, bukan kutuk karena kejatuhannya dalam dosa. Bahkan Paulus menuliskan kepada jemaat-jemaat di Tesalonika: “Pada waktu kami masih berada di-tengah-tengah kalian, kami memberi peraturan ini, Orang yang tak mau ‘bekerja’ (ergazesthai), tidak boleh makan”. (2 Tes. 3:10 BIMK).
Mereka yang bekerja tekun dengan kejujuran untuk menghidupi diri sendiri, keluarga dan sesama, dinilai telah melaksanakan doa karena sesungguhnya kerja adalah doa. Orang yang tidak bisa menguasai diri tak akan mampu bekerja dengan tekun. Istilah ‘Laborare est orare’ tidak bermaksud meniadakan doa sebagai sebuah kegiatan verbal dan ritual. Karena itu, kerja adalah juga doa. Selamat menikmati bekerja sebagai ibadah Anda. ‘Laborare est orare’.