SALAH satu dampak besar pandemi Covid-19 adalah keterpisahan. Keterpisahan berarti memutuskan ruang berjumpa secara nyata (face to face) yang selama ini menopang pelbagai aktivitas hidup. Keterpisahan telah meniadakan ruang perjumpaan yang berdampak pada peniadaan seluruh kegiatan gerejani. Ruang perjumpaan yang menurun pasti berdampak pada relasi yang telah dibangun dalam persekutuan di gereja. Padahal bersekutu memberi andil penting dalam pertumbuhan iman jemaat dan kesatuan jemaat.
Selama ini tanpa sadar kita semua menghayati gereja sebagai satu instansi atau sebuah gedung dengan segala aktivitas rohaninya. Gereja atau jemaat merupakan anggota dari persekutuan Tubuh Kristus, seperti yang diungkapan dalam Alkitab, ”sama seperti tubuh adalah satu dan mempunyai banyak anggota, dan semua anggota tubuh, meskipun banyak adalah satu tubuh” (1 Kor 12:12). Perenungan lebih jauh yang menjadi persoalan adalah: Apakah gereja-gereja Tuhan saat ini telah mewujudkan penghayatan sebagai satu Tubuh Kristus?
Gereja-gereja saat ini masih dan sedang menuju kesatuan sebagai satu Tubuh Kristus. Kesatuan sebagai Tubuh Kristus sangat sulit untuk diwujudkan secara sempurna, tetapi bukanlah sesuatu yang mustahil atau sekedar utopia belaka. Dengan adanya Covid-19, mengubah wajah ruang perjumpaan dari face to face menuju virtual.
Kita semua tidak menyangka bahwa perjumpaan secara virtual merupakan sebuah ruang yang tidak dijangkau oleh pengaruh virus Covid-19. Sebuah pintu alternatif, siapa yang menduga akan hal ini? Ruang virtual mampu menembus ‘pintu-pintu yang terkunci’.
Situasi keterpisahan karena Covid-19 telah membawa kesadaran bahwa selama ini gereja cenderung sibuk mengurus dan melayani jemaat masing-masing. Bukan artinya tanggung jawab pelayanan ke jemaat bukan sesuatu yang penting, tetapi pemikiran untuk pelayanan sebagai satu kesatuan seharusnya menjadi panggilan bersama tanpa mempersoalkan perbedaan. Keberadaan ibadah daring cukup menjawab kebutuhan akan pelayanan ibadah di gereja. Namun sayang, hal ini bisa juga menjadi ajang untuk menonjolkan keunggulan sebuah gereja tertentu.
Lantas kesatuan seperti apa yang harus dilakukan oleh gereja saat ini? Ketika sebuah krisis terjadi maka muncul sebuah kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang. Gereja didorong lebih kreatif dalam melakukan karya pelayanannya. Ruang virtual merupakan pintu alternatif dan kreatif untuk dikembangkan, apalagi di era digital ini.
Ruang Perjumpaan
Gereja harus bergerak melalui pintu alternatif ini. Segenap pelayanan gereja mulai dipikirkan menggunakan ruang virtual. Namun, langkah ini mengandung kelemahan karena tidak semua jemaat mampu menggunakan gawai dan mengikuti perkembangan teknologi.
Ruang virtual membuka ruang perjumpaan lebih luas, tanpa dibatasi jarak dan tempat, hanya butuh gawai dan internet. Keluwesan ruang virtual dapat gereja manfaatkan untuk membangun kembali persekutuan dan kesatuan jemaat. Dampak yang tengah dihadapi jemaat karena Covid-19 ini bersifat multidimensi, karenanya gereja pun harus memikirkan pelayanan secara multidimensi juga.
Pelayanan gerejani sebaiknya tidak dibatasi seputar pembinaan rohani melalui persekutuan. Pelayanan yang mengandung dimensi kesaksian, pastoral, sosiologi, psikologi dan ekonomi layak untuk dipikirkan dan dikembangkan lebih jauh. Dengan demikian, urgensi untuk mengembangkan pelayanan multidimensi penting untuk diperhatikan gereja. Itulah pentingnya gereja Tuhan harus bersatu.
Semangat Berbagi Dalam Persekutuan
Kesatuan gereja sebaiknya diwujudkan tidak hanya dalam sebuah gerak langkah bersama, tetapi juga ada semangat untuk berbagi sumber (resource) dan peran satu sama lain. Di sini letak indahnya menghayati persekutuan Tubuh Kristus. Gereja harus sadar bahwa tiap jemaat punya potensi-potensi sendiri. Semangat kasih diwujudkan dengan cara penggalian potensi dan sumber daya guna saling menolong, menguatkan dan memberdayakan.
Penulis berpendapat agar gereja tidak mengulangi persoalan yang muncul pada jemaat di Korintus. Singkatnya, jemaat Korintus punya sumber daya yang besar. Namun, tiada kesatuan di antara jemaat Korintus karena adanya sikap saling bersaing dan menonjolkan diri. Maka potensi perpecahan mengancam kesatuan, persekutuan dan pertumbuhan jemaat.
Rasul Paulus dengan cermat menasihati jemaat Korintus, bahwa gereja adalah persekutuan Tubuh Kristus, tiap jemaat dibaptis dan diberi minum oleh satu Roh yang sama. Artinya karya Roh bergerak pada tiap jemaat untuk menyatukan dan memperbaharui.
Tiap jemaat dipahami Paulus sebagai anggota tubuh. Maka jemaat tidak disatukan hanya karena kerja sama anggota-anggotanya layaknya sebuah organisasi, tetapi menjadi satu sebagai milik dari satu Tuhan yaitu Yesus Kristus. Maka tujuan gereja bersatu adalah demi melanjutkan kehadiran dan karya Kristus di tengah dunia dan tidak sekedar agar bertahan dari ancaman virus Covid-19 semata.
(Pdt. Boy Simon Buster)