“Bro, kok tidak pakai masker?” Komentar seorang teman saat melihat foto saya di facebook bareng beberapa kawan di sebuah kafe. “Lagi minum dan makan, masa pakai masker,” tulisku singkat menjawab komentar tersebut.
Ada lagi seorang kawan yang selalu menolak ketika diajak kegiatan di luar rumah. Bermacam alasan penolakan dilontarkan, meski kegiatan tersebut dilakukan sesuai protokol kesehatan ketat.
Tak dipungkiri, pandemi memang masih terjadi, dan jumlah orang yang terpapar pun terus ada. Meski protokol sudah dijalankan secara baik di semua lini usaha, toh belum membuat sebagian orang maupun bidang kegiatan tertentu melakukan aktivitasnya secara normal. Penutupan beberapa gerai supermarket menjadi bukti imbas dari pandemi.
Pandemi masih ada, tetapi bukan berarti kita tidak bisa ngapa-ngapain, bukan? Tetap bisa beraktivitas tetapi juga menjaga diri. Berikut tiga hal agar kita selalu mawas diri:
Jaga Diri, Bukan Menutup Diri
Menjaga diri dari kemungkinan buruk terjadi adalah hal penting yang harus kita terapkan dalam hidup sehari-hari. Seperti informasi yang kita terima setiap hari. Derasnya informasi bagaikan serangan yang tak bisa dihindari. Kita tak bisa menolak karena informasi itu masuk dari pelbagai lini, baik WhatsApp, Facebook, Instagram, maupun media lainnya.
Sebaliknya, menutup diri dari informasi jelas tidak mungkin, sebab perangkat teknologi tersebut sudah menjadi bagian hidup kita. Selain itu, banyak informasi yang kita butuhkan baik untuk urusan pekerjaan, pendidikan, hiburan dan lain sebagainya. Pandai-pandailah kita menyaring dan mencocokkan informasi yang kita terima dengan fakta yang ada.
Menjaga diri berarti kita dituntut tidak cepat memercayai dan kemudian menyebarkan informasi yang belum pasti kebenarannya. Jangan takut dengan kesan lambat, tetapi takutlah dengan kesalahan fatal yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Jaga diri juga bukan berarti membatasi apa yang menjadi tanggung jawab kita. Jangan jadikan keadaan ini untuk tidak melakukan sesuatu yang bermanfaat. Tetapi jadikan kesempatan ini melakukan hal-hal berguna, baik bagi keluarga, masyarakat, bahkan negara.
Waspada, Tetapi Bukan Seenaknya
Sadari kalau kondisi tidak bisa kembali seperti dulu lagi. Jadikan protokol yang ada sekarang sebagai keadaan normal yang baru. Kewaspadaan adalah hal positif yang wajib dimiliki setiap orang.
Kewaspadaan kita terhadap segala sesuatu dapat membantu kita meminimalkan resiko bahaya. Setiap kali saya melewati traffic light saat mengendarai motor atau mobil, saya selalu biasakan melihat kanan dan kiri terlebih dahulu. Hal ini mengantisipasi jika ada kendaraan lain yang menyerobot. Waspada berarti kita tetap jaga-jaga meski kita berada di jalur yang benar sekali pun. Ingat, di sekitar kita masih banyak yang bertindak seenaknya.
Tanpa kewaspadaan dalam bertindak biasanya hanya menghasilkan kecerobohan. Seperti musim pandemi saat ini, tak bisa hanya dengan mengikuti protokol yang ada kemudian otomatis kita aman, tetapi kewaspadaanlah yang menjadi sensor kita saat harus bertindak dan melakukan sesuatu.
Bukan Ketakutan, Tetapi Taat Aturan
Ada perbedaan besar antara takut dan taat. Ketika takut maka tindakan kita selalu dilandasi keterpaksaan, sedangkan taat berarti tindakan yang penuh kesadaran atas aturan yang ada. Memahami dan mengerti manfaat dari sebuah aturan akan membuat kita mudah menaatinya. Namun, seringkali ketakutan mengalahkan ketaatan.
Seorang pengendara mobil nekad menerobos barisan polisi yang sedang bertugas. Bahkan karena ketakutannya itu, si pengendara menabrak beberapa pengendara lainnya. Bukanya lolos dari masalah, tatapi malah menambah daftar kesalahannya, bukan?
Demikian juga dalam kehidupan rohani kita. Menjaga diri, selalu waspada dan ketaatan menjadi kunci utama ketika kita melakukan segala sesuatu. Tuhan tidak ingin kita percaya dengan ‘membabi buta’, sehingga menutup diri dari tanda-tanda yang Tuhan sendiri berikan.
Ketika iman percaya kita membabi buta, maka yang terjadi adalah kesombongan rohani. Menganggap bahwa diri kitalah yang paling benar, sehingga memandang orang lain adalah sebuah kesalahan. Orang-orang seperti ini biasanya malah tidak menempatkan Tuhan sebagai tujuan hidupnya.
Mawas diri berarti melihat dengan jeli setiap permasalahan yang terjadi, sehingga kita mampu memeriksa dan mengoreksi diri kita sendiri menjadi lebih baik. Bukankah Tuhan menginginkan kita selalu waspada dengan keadaan zaman yang terus berubah ini?