Berpenampilan kalem dan sederhana, bahkan gelar yang disandang tidak pernah dipakainya. Bagi yang mengenalnya, ternyata segudang pengalaman sarat pada dirinya.
Pdt. Em. Jojakim Atmarumeksa yang akrab disapa Boksu/Domine Tan atau Pdt. Atma, dia adalah pendeta kesembilan di lingkungan GKI Jatim. Melayani sejak 1 Oktober 1958 dan memasuki masa emeritasinya 1 Oktober 1993 bertepatan 60 tahun usianya pada 26 Juli 1993. Lahir di Semarang sebagai anak ke dua dari pasangan alm. Tan Tiong Bie dan alm. Kwee Karlin Nio dengan nama Tan Kiem Tjoe. Adiknya adalah Pdt. Em. DR. Junus N. Atmarumeksa yang mengasuh Renungan Wasiat di Jakarta. Orang sering mengira Junus kakak pak Atma.
Atma itu diam dan kalem, tapi soal prinsip kerasnya seperti tembok Yerikho. Wajahnya tetap cerah, walau kadang-kadang kalau hati kesal, raut mukanya tampang mencureng, tapi dalam sekejap awan mendung itu lenyap disapu angin mamiri. Demikian kesan almarhum Pdt. Em. Petrus Prastetya di buku emeritasinya. Apakah betul kesan kebanyakan orang sepertinya pak Atma tidak pernah marah di depan jemaat? Istrinya memang membenarkannya, kalau di luar pak Atma dapat menahan emosinya, namun di rumah ia juga bisa marah. Menurut pengamatan istrinya, kalau ia pulang dari suatu rapat di mana ia harus menahan emosinya, maka emosinya itu meledak ketika ia berada di rumah. Dengan begitu istrinya segera tahu bahwa ada apa-apa yang terjadi dan memberitahu pada anak-anak untuk diam.
Sosok pendeta memang bukan malaikat, Atma punya kelebihan dan kekurangannya. Ny. Oei Sing Gwan, anggota jemaat tertua di GKI Emaus omong apa adanya. “Kalau Atma itu lembek, gampang mufakat, ya en amen. Rendah hati dan bisa kasih advis. Kalau ada yang mau pindah gereja mesti ditanya dulu, kenapa? Apa ada yang tidak cocok? Saya ini dulu dari Malang, masuk gereja mana-mana, tak jelajahi satu persatu. Ada yang 4 bulan ada yang 5 bulan. Akhirnya kok nyantol di GKI Emaus ini”.
Berbeda lagi rekan sepelayanan Pdt. Em. B.A Abednego yang berkilah di buku emiritasinya. “Atma memang sweet, atau memang mooi. Bukan cuma penampilan tampangnya saja, tetapi perangainya juga begitu, setiadaknya sebagaimana terlihat dari kacamata saya. Selama beberapa tahun bertetangga, dan selama sekian dekade berkolega, kok rasanya saya belum pernah melihat amarahnya meluap. Atma suka mesem-mesem saja. Tetapi jangan-jangan mesemnya menyimpan misteri: mesem / senyum merupakan tanda tertutup atau terbuka, atau di antara tertutup dan terbuka?”
Lebih lanjut Abednego menyebutnya sebagai seorang yang low profile, tapi jangan terkecoh kalau dia tidak ada prestasinya. Pelayanan 30 tahun di GKI Emaus merupakan bukti adanya “high performance” (tingkat kinerja yang tinggi). Orang yang “middle low profile” semacam Atma punya tempat dan peranannya tersendiri dalam kerajaan Allah”
Bagaimana pengalaman hidup Atma bersama Tuhan? inilah penuturannya kepada Berkat, bernostalgia dalam suka dan duka mengenang kebaikan Gembala Yang Baik yang telah menuntun hidup yang berkelimpahan.
Waktu kecil pernah diajak kakaknya ke Sekolah Minggu, dari sinilah Atma mulai mengerti siapakah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Suatu hari selagi bermain di halaman gereja datanglah dua orang tentara Jepang. Mereka masuk ke gedung gereja dan memainkan orgel lagu-lagu gerejani. Dia takut, sekaligus heran. Namun guru Sekolah Minggu menjelaskan bahwa mereka adalah pemuda Kristen yang sedang menjalani wajib militer. Ternyata tidak semua tentara Jepang itu kejam. Kita tentu ingat juga tokoh penginjil Jepang yang bernama Toyohiko Kagawa yang bersemangat memberitakan Injil di negeri matahari terbit ini.
Begitu lulus dari Akademi Theologia Yogyakarta, dia mendapat panggilan dari GKI Jatim (dulu THKTKH) Jl. Johar 4 Surabaya. Umumnya mahasiswa asal Jawa Tengah akan melayani di Jateng, tapi atas saran dosen pembimbing demi kesatuan GKI Jatim, Jateng, Jabar, saran itu diterimanya. Ditahbiskan sebagai pendeta GKI Jatim dengan tugas khusus di PPPK Petra tanggal 1 Oktober 1958 oleh alm. Pdt. Han Bing Kong di gedung GGS. Sebagai pendeta sekolah, dia sering bersepeda bersama para siswa ke pantai Kenjeran, THR dan tempat-tempat lain. Hal semacam ini jarang dilakukan oleh pendeta gereja setempat.

Di tengah statusnya sebagi pendeta sekolah, ia dipanggil menjadi pendeta tentara Kodam VIII Brawijaya (1961-1964) dalam rangka Trikora (Pembebasan Irian Barat). Pendeta tentara dengan perawakan ramping ini tamat Sekolah Perwira Cadangan tahun 1962 dengan pangkat Letnan. Waktu istirahat siang pada masa pendidikan militer dipakainyalah untuk memberi katekisasi dan akhirnya membaptiskan mereka di GKI Jatim Tumapel Malang.
Perkenalan dengan Tan Han Nio (Hanny) sejak tahun 1956 mengantarnya ke mahligai pernikahan pada 25 Juli 1964 yang diteguhkan oleh alm. Pdt. Han Bing Kong di GKI Residen Sudirman. Buah kasih itu melahirkan Debora (1965), Putri pertama Debora menikah dengan Henry th 1991 dikarunia dua anak: Marsha (1992) dan Cleofilo (1998), sedang putra bungsu Elias menikah dengan Evy di Yogyakarta.
Tahun 1964 Atma menerima panggilan sebagai pendeta Jemaat GKI Jatim Surabaya sampai tahun 1974. Struktur kemajelisan saat itu masih berjenjang, ada Majelis Gereja (MG) Pleno Besar dan MG Pleno Kecil yang rapatnya rutin tiap Senin malam mulai pukul 19.00 dan usai kadang pukul 01.30 pagi karena banyaknya persoalan. Di BPH MG GKI Jatim Surabaya Daerah Embong Malang pak Atma menjabat Ketua dan di MG Pleno Kecil sebagai Wakil Ketua, suatu tugas yang melelahkan tapi banyak pengalaman.
Hari Minggu 17 Maret 1963 diadakan rapat Pleno Besar pukul 11.00 di Jalan Residen Sudirman 16. Jelang tengah hari tiba-tiba awan gelap disertai hujan abu akibat meletusnya gunung Agung. Baru pertama kali itu rapat pleno besar dibubarkan karena para anggota majelis ketakutan sepertinya hari mau “kiamat”. Dalam kepanikan inilah kesempatan Atma bergegas pergi ke Malang, kebetulan juga karena hari itu istrinya (Hanny) sedang berulang tahun. Dengan wajah seperti Zwarte Piet karena kena abu, dia bisa merayakan HUT istrinya di Malang.

Di samping pelayanan itu juga beberapa kali duduk sebagai fungsionaris Sinode dan Klasis GKI Jatim. Demikian juga sebagai utusan Sinode GKI Jatim ke Sidang Raya DGI (kini PGI) dan Sinode Am GKI. Melalui Dewan Gereja-gereja di Asia, mendapat beasiswa untuk studi Clinical Pastoral Education Australia pada tahun 1973 sampai memperoleh gelar Dipl.C.P.E (Diploma Clinical Pastoral Education). Saat itu dia menjabat sebagai pendeta rumah sakit di Austin Hospital, Heidelberg, Victoria, Australia, Australia Austin Hospital ini terkenal dengan operasi transplantasi lever, dimana mantan walikota Surabaya alm. Sunarto Prawiro juga cangkok lever disitu. Pada waktu bertugas di luar ia terkesan melihat seorang petani yang melakukan tugas sehari-hari di ladang, tetapi malam harinya melakukan cuci darah sendiri di rumah dengan menyewa peralatan dari rumah sakit, hal ini tentu tidak mungkin terjadi di sini.
Menjadi pendeta yang siap berkunjung memang komitmennya. Suatu hari saat hujan dan banjir, dia menerima panggilan untuk mengunjungi seorang jemaat yang sakit keras. Tetapi apa lacur, sesampainya di tempat yang dikunjungi, orang tersebut sedang ngobrol di rumah tetangganya karena ia tidak dapat tidur. Ini belum lagi panggilan mendadak dari Majelis Jemaat memintanya segera menghadap walikota bersama MJ untuk mengurus IMB gedung gereja GKI Emaus jalan Argopuro 17 Surabaya, padahal saat itu ia sedang cuti keluarga di Jakarta. Tetapi syukur dalam dua bulan, izin sudah keluar dengan catatan ikut berpartisipasi dalam peremajaan kota Surabaya.

Masa emeritat bukan berarti berakhirnya pelayanan, sebagai hamba Tuhan ia tetap punya komitmen dengan Tuhan. Kemana Tuhan kehendaki, di situ dia menjalaninya. Sebagai Penasihat (tahun 1996-2004) Yayasan Penerbitan (YP) Berkat yang rapatnya selalu Minggu siang, dia datang dengan motor padahal panas matahari menyengat. Semangat melayani sesama masih terus membara di hatinya berbekal dengan senyum yang renyah. Semua orang menjadi heran ketika terbertik berita pak Atma yang jarang sakit tiba-tiba kena serangan stroke. Rabu, 16 Juli 2003, tepat 10 hari sebelum ulang tahunnya yang ke 70 ia diopname di RS. Adi Husada tempat di mana dia juga mengajar sebagai dosen Agama di Akademi Keperawatan Adi Husada. Pendeta yang spesialisasinya bezoek ini memang saatnya ganti di bezoek baik kolega maupun anggota jemaat yang silih berganti menyatakan simpatinya.
Dulu ia aktif mengajar dipelbagai perguruan tinggi seperti Universitas Kristen Petra Surabaya (1991-2004), Universitas Widya Kartika (1995-2001), Sekolah Tinggi Teologia Salem Malang (1995-2003), Sekolah Tinggi Teknologi Surabaya (1996-2003), Akademi Keperawatan Adi Husada Surabaya (1991-2004), Universitas Airlangga (1966-2003). Politeknik Kesehatan Bidang Studi Keperawatan Sutopo Surabaya (1989-2004).
Sejak peristiwa stroke itu dokter menyarankan agar segala kegiatan harus dikurangi karena tidak boleh terlalu capai apalagi kepikiran. Oleh MJ GKI Emaus masih dipercayakan pelayanan Firman dan sakramen. Secara insidental pelayanan pemberkatan dan peneguhan pernikahan atas permintaan yang bersangkutan berikut dengan konsultasi pranikahnya. Di balik semua peristiwa itu, pak Atma mensyukuri karena masih diperkenankan melayani Dia. Soli Deo loria.
(Profil Pdt. Atmarumeksa – BERKAT Edisi 63 Tahun 2004)


