Garam pun Tak Ketinggalan
“Too many feels! Senang, haru dan bersyukur bisa ikut terlibat langsung dalam berbagi untuk orang yang membutuhkan di tengah pandemi ini,” itulah kalimat yang disampaikan Rina, salah satu rekan dewasa muda yang mengikuti kegiatan berbagi sembako kepada masyarakat di seputaran kelurahan pucang Sewu, pada tanggal 7 Mei 2020. Demikian juga Iske, peserta lainya, menyatakan perasaan sukacita ketika bisa terlibat dalam pelayanan ini, terutama ketika berjumpa dengan masyarakat yang membutuhkan.
Bergerak di masa pandemi bisa dikatakan susah-susah gampang. Susah karena kita semua harus berhadapan dengan sejumlah aturan yang mengikat, jaga jarak dan bekerja dari rumah. Hal-hal ini sangat membatasi ruang gerak. Tetapi menjadi mudah jika kita mau dan punya niat serta bisa memanfaatkan segala daya yang ada, salah satunya telepon seluler kita.
Bermula dari kegelisahan akan bahaya pandemi yang bukan saja bicara persoalan kesehatan tetapi juga berdampak pada persoalan ekonomi dan sosial, maka GKI Ngagel memilih tetap bergerak untuk menggerakkan banyak orang. Hasilnya di luar dugaan kami, pelayanan ‘Pojok Nasi Gratis’, yang semula dibayangkan hanya terjadi satu atau dua minggu, namun dalam kemurahan Tuhan pelayanan ini berjalan lebih dari satu bulan, bahkan bisa lebih dari dua bulan.
Sejak awal hanya 50 Bungkus per hari, menjadi 300 bungkus, yang juga disertai vitamin. Sejak 3 April 2020, setiap hari kecuali Hari Minggu dan Hari Libur Nasional, ada banyak orang tergerak dan ikut ambil bagian, di sinilah kami tersadar bahwa banyak yang ingin bergerak namun tak mengerti harus berbuat apa dan bagaimana.
Sudah berapa kali sumbangan nasi datang dari komunitas-komunitas, dari alumni sekolah angkatan tertentu. Bukan hanya nasi bungkus dan vitamin, sembako pun diberikan, seperti beras, minyak, mie instan, gula, sabun. Yang menarik, dalam pembagian sembako yang kedua, garam menjadi bagian dari pemberian itu. Sebuah pesan sederhana yang kami dapat lewat kesempatan untuk menyalurkan berkat “kamu harus tetap menjadi garam” meski kondisi ini sulit dan berat.
Membentuk Rantai Kala Harus Memutus Rantai
Pelayanan ini diinisiasi oleh rekan-rekan Komisi Dewasa, dukungan kepercayaan serta pintu yang terbuka dari Majelis Jemaat membuat pelayanan ini mempunyai energi yang kuat, membentuk mata rantai tak terputus.
Bukan hanya masyarakat luas yang terkena dampak Covid-19, tetapi juga bagi anggota jemaat. Mereka yang biasanya membuka lapak di gereja pada hari Minggu dan pada hari kerja berjualan di kampus, biasa mengikuti kegiatan-kegiatan bazar namun sekarang berhenti total. Namun syukur pada Allah, masih ada jalan lain. Nasi dan vitamin gratis menolong masyarakat luas, sekaligus menolong anggota jemaat yang terdampak, juga mereka yang berada di sekitar gereja, karena sebagian besar makanan untuk masyarakat dibeli di anggota jemaat, beberapa di penjual dekat gereja.
Badan Pelayanan bergerak, Majelis Jemaat mendukung sepenuhnya, masyarakat diperhatikan, anggota jemaat tidak dilupakan. Inilah sebuah mata rantai yang terjaga, di tengah segala perjuangan kita bersama untuk memutus mata rantai Covid-19. Demikian juga dengan pembuatan dan pembagian masker gratis kepada ribuan orang. Hampir 4.000 masker telah dibagikan kepada masyarakat luas, mereka yang bisa menjahit memberikan tenaga untuk bisa menghasilkan masker, sebagai cara untuk menolong mereka yang membutuhkan masker. Bahan disiapkan secara mandiri oleh bagian aksi sosial, jemaat yang ingin terlibat dikumpulkan melalui media grup whatsapp, dan terbentuklah rantai yang menghubungkan jemaat dan masyarakat luas.
Dari Pintu Ke Pintu
Pelayanan ke masyarakat dikerjakan dengan menggandeng salah satu RT di Kalibokor, Kelurahan dan Karang Taruna Pucang Sewu. Pelayanan dilakukan dari pintu ke pintu ini, membuka sebuah realitas lain. Ketika bantuan dari Pemerintah dikucurkan dengan sasaran utama masyarakat ekonomi lemah, ternyata ada yang terlupakan, yaitu mereka dari kelas menengah namun tidak dapat lagi bergerak. Covid-19 menghantam lini usaha kelas menengah, dan membuat banyak aktivitas ekonomi berhenti. Sesuatu yang tak disangka-sangka, membawa dampak usaha mereka sepi bahkan tutup.
Itulah yang ditemui dilapangan, saat sembako diberikan bukan hanya kepada mereka dari kelas ekonomi lemah, tetapi juga yang diberikan kepada mereka yang rumahnya nampak baik. Mereka yang mungkin tak dalam hitungan, namun mereka sebenarnya perlu ditopang untuk sementara waktu agar tetap bisa bertahan hidup. Hanya dengan melayani dari pintu ke pintu, realitas ini terpahami dengan sangat jelas, bukan karena asumsi, tetapi melihat secara langsung.
Vanessa, yang mengikuti pelayanan dari pintu ke pintu berkata “PSBB bukan berarti aksi sosial kepada masyarakat yang membutuhkan jadi ikut terbatas.” Senada dengan itu, Gloria ketua Komisi Dewasa mengatakan “Di masa sulit, tidak membuat kita sulit untuk berbagi kepada mereka yang kesulitan.” Bahkan sukacita tak dapat dibendung, ketika menyadari bahwa “berbagi itu indah, bisa meringankan beban saudara yang lain, dan menjadi wujud syukur atas berkat-Nya” demikianlah Ira, mengungkapkan perasaannya.
Pada akhirnya pelayanan ini meninggalkan pesan agar kita “senantiasa berbagi asa, di segala masa. Dari kita untuk kita, berbuat kebaikan tak terbatas oleh kuasa, karena sudah semestinya manusia memanusiakan sesama manusia.” demikianlah refleksi Wanda ketika selesai melakukan pelayanan berbagi dari pintu ke pintu.
Terima kasih untuk semua yang telah terlibat, yang kami kenal maupun yang tidak kami kenal, kita terhubung satu dengan lainnya sebagai cara kita menunjukkan cinta kita pada negeri ini. Pulihlah Indonesiaku.
*) Pendeta GKI Ngagel, Surabaya