HomeGereja & MasyarakatMenjadi Pluralis Atau Bersikap Terbuka?

Menjadi Pluralis Atau Bersikap Terbuka?

Bagaimana seharusnya sikap orang Kristen di tengah masyarakat multi keyakinan dan multi agama seperti di Indonesia ini? Menjadi pluralis atau cukup bersikap terbuka tanpa menjadi pluralis?

UNTUK menjawab pertanyaan ini diperlukan persamaan persepsi tentang apa dan bagaimana pluralis itu. Apakah untuk disebut pluralis seseorang harus membuang jauh-jauh keyakinan, bahwa keyakinannya selama ini (menurut agama dan ajaran yang dianutnya) sebagai satu-satunya kebenaran? Atau lebih parah lagi, sebagai orang Kristen pluralis, kita harus menyangkal bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup?

Dalam sebuah seminar yang bertopik “Mengusir Setan Dalam Nama Yesus”, salah seorang peserta mengajukan pertanyaan, “Kalau kita makan di restoran, ternyata di atas pintu masuk kita melihat ada berbagai kantong berwarna-warni tergantung di sana, apakah kita tetap memesan makanan dan makan di restoran itu?”

Si pembicara menjawab, “Kalau kita bisa memilih, artinya masih ada alternatif restoran lain di dekat-dekat situ, apalagi ada restoran yang memutar lagu-lagu rohani Kristen, kenapa kita tidak cepat-cepat meninggalkan restoran itu dan segera menuju ke restoran lain? Namun, jika tidak ada pilihan, yah, di dalam nama Yesus biarlah segala makanan yang kita santap disucikan Tuhan.”

Saya yang waktu itu hadir di seminar itu nyeletuk kepada rekan di sebelah, “Kalau saya sih milih yang masakannya enak, bukan yang memperdengarkan lagu-lagu rohani Kristen. Walaupun yang diperdengarkan bukan lagu rohani, asal makanannya enak, saya akan pilih masakan di situ, dari pada saya dihibur dengan lagu-lagu rohani Kristen tetapi masakannya tidak karuan rasanya. Kita ke restoran kan tujuannya mau makan, bukan mau mendengarkan lagu-lagu Kristen. Iya toh?”

Saya juga ingat mantan dosen saya Almarhum Pdt. S. Poerbowijoyo S.H. Beliau sempat berkata, “Kita orang Kristen tinggal di tengah masyarakat yang majemuk. Kalau mau jajan bakso, apakah kita cari bakso Kristen? Kalau mau naik becak, apakah kita pilih becak Kristen? Kalau mau berbelanja, apakah kita cari pasar Kristen? Kalau sedikit-sedikit harus Kristen, bisa mati ngadek (bahasa Jawa, artinya: mati berdiri)!”

Pandangan Sempit

Kita sering terjebak dalam pengkotak-kotakan. Cenderung menaruh curiga berlebihan terhadap kelompok evangelikan atau oikumenikal? Apakah dia dari kelompok fundamentalis atau liberal? Apakah dia kharismatik atau non-kharismatik? Seringkali kita dengan gegabah cepat menolak apa pun juga yang berasal dari kelompok lain.

Ketika John Wesley, pendiri Gereja Methodis, mendengar bahwa keponakannya beralih keanggotaan menjadi warga gereja Roma Katolik, ia menulis surat kepada keponakannya itu, “Oom tidak peduli engkau menjadi warga gereja mana. Yang Oom peduli atas dirimu adalah apakah engkau sungguh-sungguh dilahirkan kembali.”

Bersikap Terbuka

Dalam Markus 9:38-41, dikisahkan tentang Yohanes yang melaporkan kepada Tuhan Yesus adanya seseorang yang bukan pengikut mereka mengusir setan demi nama Yesus. Dan Yohanes berkata, “Lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.”

Kita seringkali tidak menyadari bahwa pengaruh Tuhan Yesus lebih luas dari yang kita ketahui. Bahwa pekerjaan Tuhan Yesus merambah ke pelbagai arah, bahkan sejak masa hidup-Nya di dunia. Perkembangan Kerajaan Kristus melampaui lingkungan sempit kelompok kita saja, bukan hanya kita yang berhak bertindak atas nama Yesus. Selama ini kita cenderung hanya berkutat tentang siapa yang melakukan dan bukan tentang apa yang dilakukan.

Perhatikanlah tanggapan Yesus terhadap laporan Yohanes, “Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.” Ucapan Tuhan Yesus ini mengajak kita bersikap terbuka terhadap orang-orang yang kita anggap bukan termasuk kelompok kita.

Janganlah kita bersikap bermusuhan terhadap mereka yang bekerja sesuai dengan tuntutan dan misi Tuhan Yesus, hanya karena mereka bukan dari kelompok kita. Sebaliknya, marilah kita menghargai spirit yang mereka tunjukkan, dan bersukacita atas pekerjaan mereka. Kalau Yohanes mempermasalahkan soal mengusir setan, sebenarnya pada masa kini pun banyak bergentayangan setan-setan. Setan kebodohan, setan kemalasan, setan kenajisan, setan egoisme, dan setan kemiskinan. Nah, siapa pun yang mengabdikan waktu dan tenaganya untuk mengusir setan-setan tersebut, pada hakikatnya sedang melakukan pekerjaan Tuhan.

Toleran Tapi Punya Prinsip

Ada juga perkataan lain Yesus yang bernada keras, dalam Matius 12:30, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku.” Tetapi sebenarnya tidak demikian. Kedua ucapan Yesus tersebut tidaklah kontradiktif satu terhadap yang lain, melainkan saling melengkapi.

Dari kedua ucapan Yesus tersebut, kita diajarkan agar, “Jika kita tidak yakin bahwa orang lain menentang Kristus, kita harus memperlakukan dia sebagai sekutu Kristus. Sebaliknya jika kita tidak yakin bahwa kita berada pada pihak Kristus, kita mempunyai alasan untuk kuatir jangan-jangan kita menentang Kristus!”

Di satu pihak, kita wajib toleran terhadap orang lain, tetapi di pihak lain, kita harus menanggalkan sikap netral kita terhadap Tuhan Yesus dan sungguh-sungguh mengambil keputusan mengikuti Dia atau tidak! Di satu pihak, kita wajib bersikap luwes dan terbuka terhadap orang-orang di luar kelompok kita, tetapi di pihak lain, kita tidak boleh sembrono dan bersikap suam dalam pelayanan dan pengabdian kita kepada Tuhan.

Tetapi hati-hati! Toleran tidak berarti mempunyai kepercayaan atau keyakinan gado-gado. Kita harus mempunyai dan memegang erat-erat prinsip. Namun berpegang pada prinsip bukan berarti tertutup untuk bekerjasama dengan kelompok lain.

Tuhan Memperhatikan Segala Sesuatu

Selanjutnya Tuhan Yesus berkata, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya.” (Markus 9:41).

Kalau tadi kita diajar untuk tidak bersikap bermusuhan terhadap mereka yang bekerja sesuai dengan tuntutan dan misi Tuhan Yesus, walaupun mereka bukan dari kelompok kita; maka sekarang kita diajar untuk menerima uluran tangan yang bermaksud memberi pertolongan kepada kita, tanpa perasaan terhina, dari manapun uluran tangan itu berasal.

Sekecil apa pun pertolongan tersebut, hal itu tidak luput dari pengamatan mata Tuhan. Perbuatan yang disebutkan sebagai “memberi minum secangkir air” tentu perbuatan sederhana. Tidak sehebat tindakan “mengusir setan.” Namun, walaupun perbuatan itu sederhana, perbuatan itu diperhatikan dan diperhitungkan Tuhan.

Jangan pernah merasa terhina untuk menerima pertolongan dari pihak lain. Tetapi kita juga harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, yang dikutip rasul Paulus dalam Kisah Para Rasul 20:35, “Sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” Jangan puas hanya selalu menjadi pihak penerima. Berusahalah untuk menjadi pemberi. Kepada siapa? Kepada siapa saja yang membutuhkan.

(Pdt. Herodion Pitrakarya Gunawan)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments