HomeRefleksiGentar dan Gemetar Diubah-Nya Jadi Bergemar

Gentar dan Gemetar Diubah-Nya Jadi Bergemar

Betapa hebat dan ampuh strategi para pemimpin agama yang merangkul pemimpin politik untuk mengerjai Yesus. Dengan uang recehan murid Yesus pun bisa dibeli untuk jadi pengkhianat (Matius 26:15; Lukas 22:5). Ada pula berita hoax yang dibuat dan disebar oleh penghasut, supaya rakyat jadi mudah terhasut. Rakyat cuma bagai kasut dimata penghasut.

Skenario para pemimpin berjalan mulus. Akhirnya Yesus bisa ditangkap bak penjahat di Getsemani. Seolah itulah kebenaran padahal itu kebusukan yang menjijikkan. Apalagi ditambahi permainan drama di hadapan rakyat. Sang Imam Besar bermain drama, ia mengoyakkan sendiri jubah keimamannya dihadapan rakyat (Markus 4:63).

Sebetulnya hal itu tidak boleh terjadi. Tapi semua harus dilakukan agar mudah menyentuh hati rakyat. Drama besar ini sangat berhasil, hati rakyat sampai tersayat. Lalu meledaklah suara rakyat dengan kemarahan, mereka berseru: ”Ia harus dihukum mati” ( Markus 14:64). Drama itu sangat berhasil. Sehingga masyarakat luas dengan mudah terseret arus untuk berseru Yesus harus dihukum mati. Putusan itu adalah suara rakyat. Dan suara rakyat disamakan dengan suara Tuhan. Akhirnya dengan mudah pengadilan Mahkamah Agama yang penuh rekayasa dan akal bulus, serta tanpa rasa bersalah mengetukkan palu, Yesus harus dihukum mati.

Para Murid Gemetar

Dalam hal ini para pemimpin agama dan politik  berhasil menggiring rakyat. Sehingga rakyat dibuat yakin bahwa keputusan itu benar dan sah serta final. Maka Yesus harus disalib sebagai penjahat dan penghujat Allah. Hal ini membuat para murid Yesus gemetar dan gentar. Kebanyakan para murid lari, masing-masing menyelamatkan diri. Golek aman.

Di lain pihak  kita lihat tentang para perempuan, murid Yesus juga. Peristiwa penyaliban dan kematian Yesus, disaksikan oleh Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses serta Salome (Markus 15:40). Hati dan perasaan perempuan yang halus terpaksa melihat adegan brutal dan kasar. Maka hati mereka pun hancur berkeping. Mata mereka basah karena air terus mengalir tak henti.  Merekalah saksi mata tentang penderitaan dan kematian Yesus yang mengerikan itu. Yesus sungguh mati.

Pejuang HAM Sejati

Mereka pun ikut menyaksikan bagaimana mayat Yesus di turunkan dari salib oleh Yusuf dari Arimatea (Markus 15:46). Mereka tentu ikut membersihkan darah sekujur tubuh yang sudah tanpa nyawa. Mereka  rupanya ikut pula mengafani mayat Yesus dengan kain linen yang dagingnya sudah dedel duwel. Kain linen itu pun adalah pemberian Yusuf dari Arimatea (Markus 15:46). Yesus benar-benar tidak mewariskan harta, tapi malah tahta.

Akhirnya ketiga perempuan itu ikut membaringkan mayat Yesus bersama dengan Yusuf dari Arimatea sang dermawan di dalam kubur di bukit batu yang ditutup dengan batu besar. Kubur itu benar ditutup (Markus 15:46). Semua dilakukan dengan tergesa-gesa karena memburu waktu. Sabat sudah diambang batas, semua orang tidak boleh beraktivitas.

Di saat penguburan mayat Yesus, tak ada kata sambutan, apalagi doa dan kotbah penguatan dari pemimpin agama, tabur bunga juga tidak ada. Bahkan tak tampak kerumunan pelayat, lain halnya jika ada penguburan tokoh dan orang kaya yang mati. Yang layat beribu-ribu. Rupanya masyarakat yang sudah diracuni kewarasannya tidak merasa kehilangan dan berduka atas kematian Yesus sebagai: pejuang HAM sejati, pemerhati orang miskin, penyembuh orang sakit, penegak kebenaran, penegak kejujuran, pejuang perdamaian yang anti kekerasan. Yang terdengar cuma isak tangis dari para perempuan yang wajahnya ditutupi selendang, karena hatinya hancur luluh. Setelah batu besar menutup pintu kubur mereka bergegas pulang meninggalkan mayat Yesus. Sabat yang menakutkan itu segera datang.

Hidup yang Tidak Bercela

Para murid Yesus memasuki hari Sabat tanpa lagi ada sahabat. Sedang ketiga perempuan itu menangis sepanjang Sabat. Air mata terus mengalir kayak tanpa ada sumbat. Hari Sabat bagi ketiga perempuan ini terasa lama banget. Inginnya Sabat cepat lewat supaya bisa melawat kubur dan meminyaki mayat Yesus. Supaya wangi.

Begitu hari Sabat lewat menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu (Matius 28:1). Mereka bergegas membeli rempah-rempah untuk meminyaki mayat Yesus (Markus 16:1). Itu wujud kasih, penghormatan dan kekagumannya terhadap Yesus. Kematian tidak mampu melenyapkan ikatan kasih. Juga tidak mampu menghentikan kenangan serta denyut ikatan batin. Para wanita begitu kagum kepada Yesus. Karena hidup-Nya tidak bercela dan bernoda, bahkan sempurna. Dia junjung tinggi etika dan moral dalam hidup-Nya. Ia lebih memilih dihina daripada hidup menanggung cela karena melanggar etika dan moral. Bagi-Nya lebih baik dikhianati dari pada mengkhianati. Yesus hidup tapi hidup-Nya untuk orang lain. Waktu, tenaga, pikiran dan hati-Nya untuk orang lain. Mana pernah Ia memikirkan dan mementingkan diri-Nya sendiri?

Ia Telah Dibangkitkan

Tapi begitu mendekat ke kubur. Mereka baru sadar bahwa ada batu besar. Sampai ngeden tak akan kuat menggulingkan batu itu. Eh, ternyata,  batu itu tampak sudah terguling. Opo maneh iki? Sopo seng nyolong mayat Yeus. Kebangeten tenan. Mereka cepetan masuk ke kubur. Pengen melihat ada apa? Tapi betapa kagetnya! Karena di situ ada seorang muda berpakaian putih bersih dan berkata dengan lembut, tenang tapi mantap: ”Jangan terkejut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah dibangkitkan. Ia tidak ada di sini. Lihat! Ini tempat mereka membaringkan Dia. Sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus. Ia mendahului kamu ke Galilea. Di sana kamu akan melihat Dia….”(Markus 16:8,9).

Ketiganya cuma bisa ndelongop tok ndak mudeng, kepalanya tolah toleh satu dengan yang lain, matanya cuma bisa kedap kedip tok. Berita besar diberitakan kepada ketiga perempuang yang SD saja tidak lulus. Pikirannya tak mampu nampung berita besar dan sulit dimengerti oleh akal yang sak upet. Dari pada bantah-bantahan atau ngomong seng angel-angel dengan orang cupet pikirannya. Akhirnya ketiga perempuan ini diajak masuk lebih dalam untuk melihat dengan mata kepala mereka sendiri, tempat mayat Yesus dibaringkan.

Para perempuan itu bergumam: ”Ya betul di sini mayat itu beberapa hari yang lalu kami baringkan, kaku terbujur dan dedel duwel kayak bergedel”. Tapi sekarang tidak ada. Bukan dicuri sebab kain kafan dan kain peluh terlipat tersendiri di tempat yang lain (Yohanes 20:8,7). Kalau begitu ini berarti Yesus benar-benar bangkit. Melihat fakta, data yang ada serta bukti yang nyata dan lokasinya, barulah ketiga perempuan itu mudeng dan yakin Yesus betul-betul bangkit.

Itulah kebenaran. Tidak bisa dibantah. Terserah mau percaya atau tidak. Saat masuk ke kubur ketiga perempuan itu gentar dan gemetar. Tapi sekarang mereka berubah menjadi bergemar.

Bergemar Memberitakan Kebenaran

Bergemar untuk memberitakan berita besar, berita kebenaran. Kepada Petrus, murid-murid yang lain dan kepada semua orang. Seperti perintah anak muda berpakaian putih itu kepada mereka. Perempuanlah yang menjadi saksi pertama kebangkitan dan pemberita pertama kebangkitan Yesus. Dulu perempuan tidak boleh jadi saksi karena tidak dipercaya. Tapi karena kebangkitan Yesus, mulai saat itu perempuan dipercaya untuk menjadi pemberita kebenaran. Mereka gemar memberitakan. Perempuan dipulihkan dan disejajarkan dengan pria dalam segala hal. Perempuan bukan lagi cuma konco wingkeng. (teman dibelakang).

Yerusalem tempat Yesus diadili, disalib, dikubur dan dibangkitkan. Tapi mengapa murid-murid kok disuruh jauh-jauh ke Galilea menjumpai Yesus di sana? Bukankah Galilea tempat Yesus dulu memanggil mereka menjadi murid-murid-Nya? Tanpa paksaan mereka berikrar mengikut Yesus. Semua ditinggalkannya. Galilea memang bersejarah, tempat membangun iman dan kesetiaan.

Di tempat yang sama itu, Yesus mau ngomong kepada murid-murid;” Kacang ora ninggal ake lanjaran.” Ayo ojo podo mberenjani janjimu karo ikrarmu.” Ingat asal usalmu, jangan ingkar, jangan mengkhianati. Ayo perbaharui janji dan ikrarmu. Sekarang jangan lari dan sembunyi karena takut mati. Maut dan kematian sudah keok di bawah kuasaa-Ku. Maka ayo mulai saat ini bergemarlah memberitakan kebenaran bahwa Aku sudah bangkit, sudah menang atas maut dan kematian.

Sebab itu ketakutan akan kematian tidak mampu lagi mencegah untuk gemar jadi pemberita kebenaran. Kebenaran tidak pernah kalah. Makanya tidak perlu dibela. Kebenaran harus diterima dan diakui. Kebenaran akan berbicara sendiri sekalipun mulut ini dikunci. Tapi kebenaran butuh mulut yang berani dan gemar memberitakannya. Maukah Anda menyaksikan kebenaran kebangkitan Yesus? Jangan pernah lelah dan putus asa. Bersemangatlah menjadi agen kebenaran karena rahmat Allah ada padamu!

(Pdt. Em. Djoko Sugiarto – Pendeta Emeritus GKI Manyar, Surabaya)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments